music


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com

Minggu, 10 Maret 2013

That City Where you were Wait " Chapter.2"

That City Where you were Wait
Chapter 2. “ First Day, Tokyo! “

Kereta Peluru yang kunaiki melaju sangat cepat, membuat pemandangan yang terlihat di luar jendela cepat berganti. Daerah pedesaan dan gunung berbukit dan lautan pepohonan hijau tak lagi terlihat. Semua telah tergantikan lautan Beton sejauh mata memandang. Jam tanganku menunjukkan pukul 13:02, perkiraan kedatangan di stasiun Tokyo adalah jam 13:15. Tak lama lagi aku akan sampai di stasiun Tokyo dan segera mengganti dengan kereta listrik lain menuju ke daerah Ueno. Hal ini membuatku makin senang, karna disana tak jauh dari Universitas Tokyo yang kuidamkan.

Tak lama berselang, akhirnya aku benar benar sampai ke tempat tujuanku. Ini adalah langkah pertamaku di tokyo. Stasiun di padati oleh para penumpang yang menunggu ataupun baru turun dari kereta. Lantai keramik nampak begitu bersinar dimataku. Mungkin saja ini hanya halusinasi karna terlalu bahagia akhirnya tiba di kota ini, namun, aku cukup menikmatinya. Tanpa keluar dari stasiun aku berpindah ke peron kereta bawah tanah ‘subway’. Belum memiliki tiket elektrik yang bisa diisi bulanan. Aku membeli sebuah tiket di mesin kasih otomatis. Namun sebelum itu, aku menuju sebuah papan besar yang merupakan peta keseluruhan subway ini. 

Aku menatap bingung pada papan besar dengan garis warna warni yang nampak seperti benang kusut.


“ uaaaah... “ 

Desahku begitu melihat jalinan rute yang rumit di hadapanku. 

Menurut dari peta yang kulihat, pertama aku akan menggunakan jalur Marunouchi menuju ke Ginza. Setelah itu, aku harus pindah jalur lagi ke jalur Hibiya, dan terus sampai ke Ueno. Melelahkan, itu yang kupikir pertama kali. Menentukan pilihan, akupun langsung melangkah ke kasir otomatis. Memasukan beberapa koin sesuai harga yang tertera. Tiketpun muncul dari sebuah Slot di bagian bawah mesin, beserta sisa kembalian. Tiket di tangan, dan hati yang makin tak sabar. Akupun melangkah menuju sebuah eskalator yang mengarah ke platform bawah tanah. 

Eskalator yang berjalan pelan, nampak tak terlalu penuh sesak oleh orang orang. Tak lama aku sampai di platform bawah dan seperti yang kubayangkan. Tokyo adalah tempat yang mengerikan, ratusan orang berdesakkan disini. Ini semua jauh dari yang kubayangkan saat menyaksikan drama ataupun televisi, hal yang sebenarnya tak terlalu padat. Meski jujur saja, meski tak terlalu padat aku sedikit agak risih. Bagaimanapun aku tak terbiasa di tempat yang penuh dengan kerumunan orang banyak. Bertahun tahun di desa yang sepi, telah membangun diriku tak terbiasa oleh keramaian. Ditambah lagi memang aku lebih menyukai tempat sepi, namun rasanya hal itu kini tak pantas untukku. Bagaimana juga, ke Tokyo adalah impianku sejak lama, sekarang aku telah ada disini. Aku harus bisa merubah diriku, ya, ini adalah awal dari diriku yang baru. Namun diluar itu, kerumunan ini begitu sesak, meski bisa dikatakan mereka nampak mematuhi peraturan yang berlaku disini. 

Tak lama, cahaya mulai terlihat, cahaya samar dari dalam lorong panjang gelap. Cahayanya kian terang, hingga akhirnya muncul sebuah kereta berwarna hijau dari balik lorong gelap itu. perlahan lahan kereta memelankan lajunya dan berhenti. Pintu kereta terbuka, semakin membuat dadaku berdebar. Para penumpang mulai turun satu persatu, dan tak lama berganti dengan para penumpang yang naik. Di tengah kerumunan orang itu, aku ikut melangkah memasuki kereta yang nampak tak terlalu penuh. Tak ada banyak tempat duduk yang tersisa, dan akhirnya aku memutuskan untuk berdiri saja sambil memeluk tas Ransel yang ku selempangkan ke dadaku. Akhirnya aku berdiri di dekat pintu keluar, karna dari sini aku hanya turun di stasiun berikutnya sebelum melanjutkan ke jalur Hibiya. 

Kereta mulai kembali berjalan, perlahan kemudian bertambah cepat. Cahaya di luar lorong yang gelap, bagaikan kunang kunang yang terbang dengan sangat cepat. Jantungku masih berdebar, begitu senang. Hingga tanpa kusadari aku telah sampai stasiun yang kutuju. Mengikuti langkah orang orang aku sedikit bingung kemana sekarang aku melangkah. Akhirnya aku mendekati sebuah Pos jaga petugas. Tak bertele tele, petugas itu langsung memeberi arahan padaku. aku nampak begitu bodoh, karena jalur yang kucari memiliki Plang tanda yang cukup besar. Aku hanya bisa tersenyum malu dan kemudian berterimaksih sebelum melangkah melanjutkan perjalanan. 

Mengganti jalur, berarti aku harus membeli tiket kereta lagi. Rasanya aku ingin cepat cepat memiliki kartu pas agar bisa melewatkan hal hal merepotkan ini. namun, menurut Bibiku, sekolahku nanti berjarak cukup dekat dengan tempat tinggalnya. Hanya sekitar 25 menit berjalan kaki. Jadi tak perlu memiliki kartus Pas kereta seperti itu. tapi, aku rasanya menginginkannya saja.

Berjalan mengikuti arus manusia, rasanya cukup melelahkan. Mataku tak terbiasa melihat kumpulan orang sebanyak ini. dan baru kusadari, ini adalah hari minggu. Jadi kemungkinan jumlah penggunanya sedikit berkurang. Aku sampai tak bisa membayangkan, kekacauan macam apa yang akan terjadi di saat saat hari biasa. Mengganti jalur bawah dengan jalur atas, aku menggunakan eskalator lagi.

Tak lama menunggu di peron, akhirnya kereta datang. Tanpa perlu berdesakkan aku memasuki kereta itu. kali ini cukup banyak ruang kosong, dan karna tujuanku kali ini agak jauh. Aku memutuskan untuk duduk meski masih tak jauh dari pintu. Kereta mulai berjalan, dan berbeda dengan sebelumnya, kali ini kota yang nampak berlalu cepat. Satu persatu stasiun di lewati, semakin lama isi gerbong kian padat. Dan tanpa kusadari makin banyak orang orang berpakaian aneh. Disamping itu, banyak orang berpakaian kemeja yang di masukkan rapi di dalam celananya. Ini hari minggu, kenapa seperti itu, lagipula mereka tak nampak seperti orang kantoran. Mereka membawa ransel yang cukup besar. Samar samar aku bisa mendengar percakapan mereka. Dan Beberapa dari mereka membicarakan hal hal yang tak kumengerti. 

Pertanyaanku segera terjawab begitu aku sampai di stasiun berikutnya. Stasiun akihabara, ternyata ini alasannya, aku memang kurang mengenal tempat ini. namun menurut teman di kelas ku, ini adalah surga bagi mereka. Otaku, itu kalau tak salah namanya. Orang orang yang mendedikasikan dirinya pada sesuatu yang mereka sukai. Kalau tak salah temanku juga bilang banyak toko toko menarik yang menjual barang barang unik disana, Dan yang sedikit membuatku penasaran pada perkataan temanku mengenai Maid Café yang banyak disana. Rasanya tak ada yang salah sekali kali mencoba Maid Café tersebut. Ya, mungkin lain kali aku akan kesini lagi,... mungkin.

Akhirnya setelah beberapa Stasiun yang ku lewati. Aku sampai pada tujuan terakhir, stasiun Ueno. Melangkah keluar dari stasiun yang sibuk itu, aku menatap Telpon Genggam ku. jam di layar telah menunjukkan 14:45 sore. menurut ayah Bibi akan datang menjemputku sekitar jam 3, jadi aku memutuskan duduk di bangku di luar stasiun. Sambil menatap kanan dan kiri, kalau nanti Bibi datang. 

Namun, belum lama aku duduk tiba tiba terlihat seorang anak gadis kecil berlari. Dengan baju terusan panjang berwarna merah muda dan di hiasi tempelan rajutan berbentuk bunga dan renda renda di bagian rok bawahnya. Ia berlari dengan cepat, ramburnya yang berwarna coklat gelap pendek yang di kuncir dua nampak bergoyang kekiri Dan kekanan selama ia berlari. Senyuman lebar tertoreh di wajahnya yang nampak begitu putih lembut yang merona.

“ Yuuukiiii— Yuuukkiiii— “ 

Teriak anak itu sambil berlari ke arahku.

Aku mengenalinya, di adalah Hanako, anak dari bibiku. Yang kini berusia 8 tahun.

“ Hana—, jangan berlari lari nanti kau tersandung.. “

Panggil bibiku di belakangnya yang berjalan perlahan. Rambut dengan warna yang sama dengan Hanako namun jauh lebih panjang yang agak ikal, ia mengikat rambutnya ke belakang. Matanya berwarna coklat gelap yang mirip seperti rambutnya dengan kacamata Oval menghiasi wajahnya serta makeup tipis yang terlihat. Dengan menggunakan kaus lengan panjang berwarna putih dan Cardigan berwarna abu abu yang dipasangkan dengan rok hitam sampai ke lututnya. 

Dibanding ayahku yang cukup tua, Bibiku bisa dibilang masih muda. Menurut ayah, perbedaan umur ayah dan bibi mungkin hampir 20 tahun. Jadi bisa diukur mungkin usia bibi saat ini belum mencapai 40 tahun, mungkin sekitar 36 atau sekitarnya dilihat dari wajahnya yang belum banyak kerutan. Nama Bibiku Bernama Katsumi.

“ Yuukiiii— “

Teriak Hanako sambil melompat kearahku. Tubuh kecilnya yang ringan langsung ku angkat keudara dan berputar. 

“ Hanako—, sudah lama ya—“

“ ahahahahaha—“

Tawanya kegirangan yang lalu memelukku. Anak dari bibiku memang cukup dekat padaku, dan adikku Sora. Tapi cukup takut pada kakak perempuanku Akane, karna memang bisa dibilang dia tak bisa akrab pada anak kecil, entah mengapa.

“ apa kau sudah lama menunggu?.. maaf ya,. “

Tanya bibiku seraya mendekat.

“ ah, tidak.. aku juga baru sampai barusan.. “

“ syukurlah kalau begitu.. kalau begitu, ayo.. “

Ucapnya sambil menggandeng tangan Hanako.

“ ya— “

Jwabku yang kemudian langsung berdiri sambil memakai Ranselku. Saat ku melangkah, tangan kecil hanako langsung menggenggam erat jemariku. Akupun sentak menatapnya dan tersenyum, dan ia pun membalas senyumanku sengan senyuman lebarnya.

Melangkah ke Halte, kami datang tepat saat Bus datang, sehingga aku tak perlu lagi menunggu. Pemandangan berisikan Gedung gedung bertingkat, Kerumunan orang, deretan toko toko, dan kendaraan yang berlalu lalang. Sepsertinya butuh waktu bagiku untuk terbiasa dengan suasana kota.

“ bagaimana?, kau suka disini?.. “

Tanya bibiku membuka percakapan di Bus.

“ yah, sepertinya akan butuh waktu sampai aku bisa membiasakan diri dengan suasana kota.. “

Jawabku apa adanya. Bibiku pun tesenyum.

“ sebentar lagi kau juga akan terbiasa.. “

“ ya,. Semoga—“

***

15 menit kemudian, akhirnya kami sampai di sebuah halte, dimana Bibi mengatakan kalau disini adalah tempat tujuan kita. Sebuah jalan pertokoan kecil yang nampak cukup ramai.

“ sedikit lagi kita sampai... “

“ lapaar... “

Desah Hanako sambil memegang perutnya.

“ aah.. maaf yah, ibu belum masak.. “

“ aaaa... aku lapar.. “

“ hmm... Yuki, kau juga belum makan kan? “

“ ah, i.. iya.. “

“ baiklah, hari ini kita makan di restoran keluarga!!.. “

Ucap bibiku sambil menggendong Hanako yang nampak kelelahan.

“ boleh memesan sesuka ku!? “

“ yup.. “

“ asiiikkk... “

Jawab hanako yang entah dari mana mendapatkan kembali semangatnya.

“ ayo Yuki, kau juga pasti sangat lapar kan?.. “

“ ah, iya.. “

Jawabku yang tak bisa menyembunyikan rasa laparku. Aku hanya sarapan tadi pagi, dan siang tadi aku belum sempat makan siang karna terlalu bersemangat akan kota yang selama ini aku ingin tempati. Melangkah melalui jalan pertokoan yang cukup ramai, kami menuju di sebuah restoran keluarga di tengah jalan pertokoan. Memasuki restoran tesebut, kami di sambut oleh pintu kaca otomatis yang langsung terbuka saat kami mendekat.

“ selamat datang “

Sambut seorang pramu saji dengan pakaian seragam lengan pendek berwarna putih dan rok pendek berwarna biru terang yang di hiasi dengan celemek berwarna putih berrenda di tepiannya.

“ area merokok atau tidak?.. “

“ yang tidak, tolong.. “

Jawab bibi ku.

“ kalau begitu silahakan.. “

Ucap pramu saji itu, yang kemudian memandu kami ke salah satu meja dekat jendela. Meja meja kayu berlapis plitur sehingga meja meja nampak begitu mengkilat memperlihatkan warna alami dari kayu itu sendiri. Ruangan di dalam cukup luas, terlihat dari ujung ke ujung jajaran meja meja nampak tertata rapi. Bagian dalam terpisahkan oleh sekat kaca pendek yang membelah antara bagian meja dalam dan meja pinggir jendela. Di sudut lain ruang juga terdapat ruangan berdinding kaca yang tertutup rapat, Itu adalah ruangan merokok. Pengunjung di restoran keluarga ini nampak cukup ramai. Mengingat hari ini memanglah hari minggu.

Pramu saji yang tadi mengantarkan kami ke meja ini langsung memberikan sebuah buku menu yang dia pegang.

“ silahkan.. “

Ucapnya sambil memberikan buku itu padaku dan pada bibi.

“ terima kasih.. “

“ kalau sudah siap untuk memesan, anda bisa memanggil saya kemari.. “

Jawab pramu saji itu yang kemudian melangkah meninggalkan kami.

“ pesanlah sesukamu, anggap saja ini acara penyambutanmu di kota ini.. “

Ucap bibiku dengan senyum tulus terukir di wajahnya.

Mendengar hal itu aku jadi cukup antusian memilih menu yang tersedia disana.

“ mungkin kau lelah mendengar ini, tapi apa tak apa apa kau masih mengejar masa lalumu?.. “

Tanya bibiku tiba tiba, hal ini memang rahasia umum yang diketahui hampir seluruh keluarga dan teman teman dekatku.

“ kau sendiri juga sudah lupa kan, wajah dan namanya.. ditambah sama sekali tak ada petunjuk mengenai keberadaannya.. “

“ . . . . . , aku tahu.. tapi ini telah kuputuskan sejak lama, karna itu aku akan terus mencarinya.. sampai aku merasa cukup puas.. “

Masih sama, mengenai hal ini. memang ini semua hampir mustahil, karna saat kakeknya meninggal 9 tahun lalu. Itu adalah pertama dan terakhir kalinya dia kesana, ibu dari dia bukanlah anak dari kakeknya melainkan anak dari kakak kakeknya, dan lagi karna merupakan anak perempuan tentu pada saat ia menikah ia berganti nama, Ini adalah hal yang rumit. Hari itu adalah pertama kalinya mereka ke Yamagata menjenguk adik dari kakek mereka. Jadi, bahkan keluargaku dan warga sekitar yang telah tinggal di Yamagata semenjak lama tak mengenalnya sama sekali.

“ . . . . . . . . . . . . . . , baiklah.. Cuma itu yang ingin kutanyakan.. kalau memang begitu, mau bagaimana lagi, iya kan? “

Balas bibi ku yang kemudian tersenyum pada ku. akupun membalas senyumannya yang ramah itu.
Tak memperdulikan apa yang kami bicarakan, Hanako terus menatap gambar gambar makanan di menu tersebut.

“ aku mau pankek!.. “

Seru hanako tiba tiba. Aku dan bibiku hanya tersenyum.

“ baiklah, Yuki?, sudah menentukan pilihan? ”

“ ya.. “

Setelah itu, bibi kembali memanggil pramu saji itu untuk memesan makanan. Aku memutuskan untuk memesan nasi Omlet dan steak hamburger serta segelas Soda melon. Sementara Hanako memesan ice pancake strawberi dan jus jeruk. Dan bibiku hanya memesan sebuah parfait berukuran sedang. Ternyata bibiku penyuka makanan manis juga.

Tak memakan waktu lama di dalam Restoran keluarga itu, kami keluar dengan perut yang cukup penuh. Tak terasa aku hampir tak makan seharian, pantas saja tubuhku begitu terasa berat. Namun, rasanya cukup menyenangkan, dan tiba saatnya untuk menuju tujuan terakhir hari ini. ya, saatnya menuju rumah bibiku, yang akan menjadi tempat tinggalku di tahun terakhir sekolah menengah atas ini.

Bibi mulai berjalan menelusuri jalan pertokoan yang cukup ramai ini. sambil menggandeng Hanako di tangan kanannya, mereka melangkah begitu bahagia. Diiringi dengan nyanyian nyanyian Hanako dan Bibi yang bernyanyi bersama. Melihat mereka berdua mengingatkanku pada Ibuku dan Sora ketika kecil. akupun hanya tersenyum melihat mereka berdua.

Melangkah perlahan, tanpa kusadari pemandangan telah berubah. Tak ada lagi toko toko yang berjejer, digantikan oleh rumah rumah penduduk yang nampak rapi. Keramaian tadi di pertokoan juga telah berganti dengan suasana tenang perumahan.

Aku cukup senang dengan ini, kupikir tinggal dikota akan penuh dengan keramaian dan suasana yang bising. Namun, aku lupa kalau bibi tinggal di daerah hunian yang ternyata cukup tenang. Yah, suasana ini mungkin sedikit cocok denganku yang menyukai tempat tenang.

Sepuluh menit sudah kami berjalan menelusuri jalan beraspal yang tenang ini. Akhirnya bibi berhenti di sebuah rumah yang nampak tak terlalu besar, namun juga tak kecil. sebuah rumah yang pas untuk berdiri di kota. Sebuah rumah bertingkat dua dengan cat berwarna Krem dan atap berwarna merah bata. Di sekelilingnya terdapat pagar beton setinggi satu meter. Dan di bagian depannya terdapat sebuah pohon buah kesemek yang tak terlalu besar, yang Memberikan keteduah tersendiri.

“ Nah Yuki, selamat datang di rumah kedua mu.. “

“ rumah kedua,... ahahaha... “

Seru Hanako mendengar ibunya bicara..

“ . . . . . “

Aku hanya terdiam dan tersenyum, namun kurasa aku tak bisa menyembunyikan rasa senang yang terukir di wajahku.

“ baiklah, ayo masuuuukkk.... “

Ucap bibiku yang langsung menggendong Hanako dan dan berjalan cepat kedalam rumah. Sementara Hanako hanay tertawa kegirangan.

Akupun melangkah memasuki gerbang kayu kecil di depan rumah, baru terlihatlah taman bagian dalam yang cukup lebar, mungkin sekitar 3 meter jarak dari rumah ke pagar beton itu. didalamnya terdapat berbagai tanaman bunga yang baru mekar mengingat sekarang sudah masuk musim semi.

Kemudian aku melangkah masuk kedalam Rumah melalu pintu depan yang berdaun Kayu tebal berwarna Hitam.

“ permisi.. “

Ucapku seraya melangkah masuk. Namun, bibiku yang telah masuk terlebih dahulu berbalik ke arahku dan menatapku.

“ bukan itu kan, yang di ucapkan ketika pulang ke rumah.. “

Ucapnya mengejutkanku, aku terdiam sejenak dan mengambil nafas.

“ Aku Pulang... “

Ucapku, dan mendengar hal itu bibi langsung tersenyum.

Benar, mulai saat ini. ini adalah rumah kedua bagiku, dimana aku akuan menghabiskan Masa SMA ini disini, Dikota ini. dikota, dimana janji dimasa kecilku akan kupenuhi. Ya, aku yakin itu. karna ini adalah permulaan baru bagiku.

“ kamar mu ada di lantai atas, tepat di ujung lorong.. “

Ucap bibiku sambil menunjuk ke arah langit langit.

“ mau memeriksanya?.. “

Mendengar pertanyaan tu tentu membuatku makin berdebar.

“ tentu saja!.. “

Ucapku tanpa panjang lebar dan langsung melangkah ke arah tangga.

“ ah Yuki,. Aku lupa mengatakan.. tepat di depan jendela kamarmu berhadapan langsung dengan jendela kamar rumah sebelah.. dan yang menghuni kamar itu anak seusiamu, dan sekolah di tempat yang sama denganmu nanti.. mungkin kau bisa akrab dengannya nanti—“

“ bailkah, aku akan memberi salam nanti “

Di bagian dalam, Rumah ini nampak lebih luas dibanding yang terlihat di luar. Semua Perabotan tertata rapi, sehingga memberikan kesan luas di rumah yang sebenarnya tak terlalu besar ini. dari pintu masuk, kalau ke kiri akan sampai di ruang tamu yang juga sebagai ruang keluarga, dan dari sana menjadi satu dengan ruang makan yang ada di belakang, karna tembok penyekat di hilangkan seperti rumahku di desa. Di samping dapur terdapat kamar mandi yang bersebelahan dengan tangga menuju ke lantai dua. Dan tepat di samping pintu masuk sebelah kanan tadi, terdapat kamar bibi dan paman ku, juga sebagai kamar sementara Hanako sampai ia berani tinggal di kamar sendiri di lantai atas.

Dengan anak tangga dari kayu, aku melangkah ke atas ke kamarku. tepat di samping tangga adalah kamar Hanako kelak, untuk saat ini kamar itu masih kosong, dan di sampingnya adalah kamarku. tepat di depan kamar ku terdapat pintu yang mengarah ke beranda luar lantai dua. Dengan pagar jeruji besi pendek yang melingkarinya. Beranda itu berisi sepasang bangku kayu yang di cat berwarna putih dan sebuah meja bundar yang juga berwarna putih disana. Dari beranda sini bisa terlihat jalan pertokoan yang sebelumnya kami lewati. Sepertinya ini tempat yang menyenangkan untukku nanti merelaksasikan diri ketika jenuh.

Kembali lagi ke dalam rumah, aku melangkah menuju kamarku tepat di ujung lorong lantai dua. Derat suara kayu pelan menyambut ke kamar baruku itu. daun pintu kayu dengan cat hitam dan gagang pintu bundar nampak begitu nyaman untuk di genggam. Pintu terbuka lebar saat ku masuk, dengan sedikit tenaga aku menutup pintu itu hingga tak menimbulkan suara. Kamar yang nampak tak terlalu besar itu nampak penuh dengan kotak kotak Box yang dikirim kemarin dari desa.

Kamar itu memiliki satu jendela kaca besar, yang kini tertutup oleh kain gorden berwarna biru gelap yang tak tembus cahaya, sehingga membuat kamar ini cukup gelap. Akupun langsung menggapai saklar lampu yang ada tepat di samping pintu kamar dan segera menyalakannya. Barulah terlihat jelas ruangan ini, dan tanpa kusadari sebelumnya. kamar ini memiliki satu lemari Kloset, rupanya ini adalah rumah yang di bangun berdasarkan tipe dari rumah tradisional jepang.

Aku duduk di kasur yang terletak di samping jendela dan sebuah meja belajar kecil yang dikirim dari rumahku di Yamagata. Kasur nampak telah tertata rapi, lengkap dengan selimut dan seprainya yang berwarna biru dengan garis putih. Nampaknya Bibi ku telah membersihkan dan merapikan kamar ini sebelumnya. baik sekali, padahal aku tahu kalau dia sibuk dengan pekerjaannya. Merasa sedikit lelah akupun membaringkan tubuhku ke kasur itu. saat tubuhku terlentang di atas kasur itu baru terasa semua rasa lelah yang kualami hari ini. rasanya hari ini aku sangat bersemangat hingga kini rasanya aku tak lagi memiliki tenanga lagi. Namun, mengingat tumpukkan kardus yang tersebar di penjuru ruang kamar ini. rasanya sekarang bukan saat yang tepat untukku bersantai. Akupun langsung bangkit dari kasur dan langsung membuka jendela kamar ini.

Angin hangat musim semi langsung menerpa wajahku ketika kubuka jendela kaca ini.

“ hangat,. “

Desahku yang merasa disini begitu berbeda dengan Yamagata. Udara disini jauh lebih hangat di banding di yamagata. Aku baru sadar kalau tepat di luar jendela kamarku adalah jendela dari rumah tetanggaku. Persis seperti yang bibi katakan, dan kurasa kamar itu sedang kosong saat ini, mungkin si pemilik kamar sedang tak berada di rumah. Karna semenjak tadi tak terdengar suara apapun dari sana, dan lagi jendelanya tertutup rapat, bahkan gorden bagian dalamnya. Sejenak bersandar di jendela merasakan angin, aku langsung membuka satu persatu kardus itu.

Meski terlihat banyak, namun isi dari kardus itu sendiri tidaklah banyak. Hanya berisi baju bajuku, Buku, peralatan Tulis dan barang barang lain yang kubutuhkan di sekolah nanti. Namun yang lebih banyak diantaranya adalah Novel Novel yang kubawa dari desa. Mereka adalah sahabatku dari kecil, tak mungkin aku meninggalkan semua ini di desa.

Pada saat aku membereskan semua ini tiba tiba terdengar. Suara dari rumah sebelah, kemudian aku langsung cepat cepat membereskan barang barangku untuk lalu memberi salam pada kamar sebelah. Tak sopan memang, namun aku akan memberi salam secara layak esok hari, karna hari ini sudah cukup sore.

Terdengar suara jendela terbuka dan gorgen bergeser saat aku selesai meletakkan buku buku ku di meja belajar di samping jendela. Akupun langsung muncul ke jendela untuk menyapanya.

“ ah,.. selamat so.... !!.. “

Kalimatku terhenti saat aku melihat sesosok gadis yang tengah menenggak sebuah botol jus, dengan rambut hitam kebiruan dan mata hijau besarnya. Rambutnya nampak masih basah dan tertutup oleh handuk yang tengah ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya. Kulit putihnya yang nampak merona di bawah sinar mentari sore nampak begitu lembut. Dan dengan hanya menggunakan Tank-top. Mata kami saling bertatapan sesaat. Lalu, wajahnya berubah merah.

“ KYAAAA.... PENGINTIP!!!!... “

Jeritnya mengagetkanku.

“ bu.. bukan.. aa.. aku.. “

Jawabku panik yang mencoba mengalihkan pandanganku dari dia yang hanya berpakaian minim.

“ JANGAN BER ALASAN!!.. “

Balasnya yang kemudian melemparku dengan Botol Jus yang sebelumnya tengah ia minum. Lemparan itu tepat mengenai Dahiku. Cairan Jus yang lengket itu langsung menyiprat ke dalam kamarku.

“ BERANINYA KAU MENGINTIKU DASAR MANIAK!!.. “

Teriaknya sambil melemparkan benda benda lain kedalam kamarku.

“ bukan begitu!!.. ”

Teriakku, namun tak di dengar olehnya.

“ aku akan melaporkan mu ke polisi.. sebaiknya kau tak kabur!!. “

Ucap gadis itu yang kemudian berlari keluar kamarnya. Dan disertai itu, terdengar suara derap langkah memasuki kamarku.

“ apa yang terjadi?.. “

Tanya Bibiku yang terkejut dengan semua kehebohan barusan.

“ ah!... “

Tanpa aku sempat menjawab, nampaknya bibi telah mengetahui Alasannya.

***

Asami berlari menuju lantai bawah rumahnya, dengan terburu buru langkahnya tak memperdulikan hal disekitarnya.

“ ada apa Asami?, kenapa berteriak seperti itu?.. “

Tany ibunya yang tiba tiba muncul dari dapur, dengan masih mengenakan celemek berwarna Putih dan sebuah centong stainless di tangannya. Rambutnya hitam kebiruan seperti Asami namun lebih pendek dan di jepit ke belakang. Warna matanya coklat gelap, mungkin umurnya sekitar 40.

“ ada orang aneh yang mengintip kamarku dari kamar kosong rumah kak Katsumi!!.. “

“ orang aneh?.. “

“ aku akan menelpon polisi!.. “

“ orang aneh?, ah!.. tunggu Asami, ibu lupa mengatakan sesuatu padamu.. “

“ . . . . ?? “

***

“ yang benar saja, apa apaan gadis itu.. “

Gumamku sambil mengeringkan rambut dengan Hair dryer di kamar mandi.
Sudah setengah jam lebih berlalu semenjak gadis itu melemparku dengan Botol Jus yang hampir masih penuh itu. kini aku telah selesai membersihkan kamarku yang berceceran Air Jus berkat Gadis itu. dan kini aku telah selesai mandi. Mesin cuci juga masih berputar mengeringkan bajuku yang sekalian ku cuci ketika mandi.

Sebelumnya..

“ ah!... “

Ucap bibiku nampak mengingat sesuatu.

“ aahh.. mengenai tetangga sebelah kamarmu.. bibi lupa mengatakannya.. “

“mengenai tetangga kita itu adalah seorang gadis.. tapi sepertinya sudah terlambat.. sebaiknya kau segera ke sebelah.. dan menjelaskannya.. “

Ucapnya. Namun aku masih bingung, kepalaku pusing akibat botol Jus itu sehingga aku hanya terpaku menatap bibiku dan penjelasannya yang sedikit terlambat itu.

“ tapi sebelum itu.. sebaiknya kau membersihkan diri terlebih dahulu.. “

“ . . . “

“ yang benar saja.. ternyata gadis kota memang mengerikan.. “

Keluhku sambil mengusap sebuah plester besar di dahiku.

Aku masih bisa merasakan Botol itu tepat di dahiku. Kupikir hari pertamaku di Tokyo akan berjalan mulus. Tak kusangka kini aku bertemu dengan gadis seperti itu.

Rambut telah kering, aku juga mengganti bajuku sedangkan baju yang tadi ku gunakan ku jemur di ruang ganti kamar mandi. Aku lalu melangkah keluar dari kamar mandi dan di sambut bibiku yang tengah memasak makan malam. Sementara Hanako sedang asik dengan buku gambarnya di depan televisi.

“ sebentar lagi makan malam akan segera siap.. “

“ ah iya, sebelum itu.. aku akan kesebelah terlebih dahulu.. “

Jawabku.

“ ah, baiklah kalau begitu.. “

Tanpa banyak berkata Bibi langsung kembali ke dapur dan melanjutkan memasak.

Aku kembali ke kamarku di lantai dua, dan mengambil sebuah Kotak yang terbungkus Kertas Coklat di meja kecil samping kasurku. Itu adalah kotak yang disediakan Ibuku dari desa, katanya untuk salam perkenalan pada tetangga untukku. Dan di sampingnya terdapat Tas Kertas berwarna Putih. Aku juga mengambil Tas itu, karna isinya adalah barang barang dari gadis yang tadi sore melemparku dengan botol beserta barang barang lain. Untung saja dia hanya melemparku dengan pajangan karet dan Boneka yang lembut. Andai saja saat itu dia tengah memegang sebuah Gelas Mug besar. Entah apa yang akan terjadi pada kepalaku.

Sebelum aku melangkah keluar kamar, aku menatap jendelaku yang masih terbuka. Akupun kembali ke kamar dan menutupnya, namun tetap membiarkan Gordennya terbuka. Jendela di seberang nampak telah tertutup begitu juga Gordennya.

“ haaaaaaah— “

Aku menghela nafas Panjang sebelum akhirnya meninggalkan Kamar dan melangkah turun ke pintu depan.

“ aku pergi sebentar.. “

Ucapku sebelum keluar rumah. Tanpa mendapatkan jawaban aku keluar dengan membawa kotak dan tas kertas tersebut. Jam tanganku telah menunjukkan 18:25, akupun bergegas karna tak ingin membuat bibiku menunggu untuk makan malam.

Melangkah ke rumah sebelah, aku memasuki gerbang kecil, di samping gerbang terdapat Plank nama bertuliskan ‘ Yukimura ‘, itu adalah nama keluarga tersebut. bentuk keseluruhan bangunan rumah ini hampir serupa dengan rumah Bibiku. Perbedaannya hanya pada beranda di lantai dua yang menghadap ke depan rumah, sementara bibi menghadap ke samping. Dengan Cat berwarna putih dan atap berwarna Biru, Aku mendekat ke pintu dan langsung mengetuk ke daun pintu kayu yang di cat natural Coklat.

“ iya sebentar.. “

Terdengar suara menjawab dari dalam rumah. Kemudian tak lama Pintu pun terbuka dengan suara derat pelan.

“ ghe.. “

Ucapku terkejut, karna yang ada di hadapanku adalah gadis tadi sore. Namun kali ini ia mengunakan Celana pendek sampai lutut berwarna hitam dan kaus lengan pendek berwarna putih dengan garis merah di sisi kanannya.

“ AH!!.. kau lagi.. mau apa kemari!? “

Ucapnya dengan nada sedikit kesal.

Mau tak mau wajahku juga berubah, meski kutahan sekuat tenaga untuk tersenyum. Namun Alis mataku tak bisa kusembunyikan berkerut.

“ aku ingin memberi salam perkenalan.. sekaligus mengembalikan barangmu.. lemparanmu bagus sekali yaah— “

Jawabku dengan senyum yang di paksakan. Dia juga nampak tersenyum dengan paksa.

“ aah.. terimakasih.. aku bisa lakukan lebih dari itu lho.. mungkin kau mau mencobanya lain kali.. “

Jawabnya, alis matanya ikut berkerut.

“ tidak.. terima kasih— “

Balasku.

“ Siapa, Asami? “

Terdengar suara dari arah ruang tamu. Kemudian suara itu mendekat dan terlihatlah seorang wanita ber rambut Hitam kebiruan yang sama dengan gadis bernama Asami itu namun jauh lebih pendek. ia menggunakan pakaian Daster berwarna Krem dan celana panjang berwarna Coklat gelap.

“ aku datang memberikan salam.. “

“ ah, kau pasti adalah keponakan Kasumi yang tinggal disana mulai hari ini ya?.. “

“ iya, namaku Yukisada Yamamichi, mohon bantuannya.. aku membawakan sedikit bingkisan dari desa.. “

Ucapku yang kemudian menyerahkan Kotak berbungkus Kertas Coklat itu pada ibu Asami.

“ aah.. terima kasih, salam kenal.. Yukisada yah, namaku adalah Kanako, dan anak itu Asami.. semoga kalian bisa berteman baik.. “

Ucap Ibu Asami dengan senyum Tulus. Aku hanya bisa tersenyum dan tertawa kecil.

“ ahaha.. baik.. “

“ bagus kalau begitu.. dari yang kasumi katakan kau dari Yamagata yah.. waah.. sudah lama sekali tak kesana.. “

“ !? “

“ Asami mungkin sudah lupa.. tapi kami sekeluarga pernah kesana saat ia masih kecil.. ah, aku lupa masih ada yang harus ku kerjakan.. kalau begitu silahkan melanjutkannya yah.. “

aku termagu sejenak mendengar apa yang di ucapkan oleh Ibu Asami Barusan. Mereka pernah ke Yamagata saat masih kecil. tidak tidak tidak.. tak mungkin ada hal yang kebetulan seperti itu.

“ kenapa kau melamun seperti itu sambil menatapku.. “

“ ugh.. jangan jangan kau memikirkan hal yang kotor—“

Ucap Asami sambil memeluk tubuhnya sendiri dengan tatapan menjauhi dariku.

“ E.. Enak saja.. aku tak mungkin memikirrakn hal seperti itu.. “

“ huh, tak ada yang tau kan.. di balik wajah sok polosmu itu.. karna laki laki semua sama saja.. “

Jawabnya agak ketus. Entah dari dalam hati aku sedikit berharap Gadis di masa laluku bukanlah Asami. Sungguh semoga benar benar bukan dia. Karna itu akan merusak semua kenangan masa kecilku.

“ . . . . . . . “

“ ada apa,. Kau sudah memberikan bingkisannya dan memberi salam kan.. sekarang mau apa lagi... “
Tanya nya sinis.

Sesaat aku terdiam menatap matanya.

“ bukan apa apa,. Baiklah aku permisi.. “

Ucapku yang langsung keluar dari Rumah asami, aku berbalik sesaat saat ia menutup pintunya dan menjulurkan lidahnya padaku.

“ weee— “

“ . . . . . . . “

Aku kembali ke rumah dengan isi kepala yang penuh tanda tanya. ‘ apa itu benar dia? ‘ , ‘ tapi kalau dia kenapa bibi tak tahu? ‘. ingatanku begitu samar, salju di hari itu cukup tebal. Mengaburkan ingatanku mengenai wajah dan penampilan Fisiknya. Satu satunya yang menghubungkan kami adalah liontin pecahan batu berwarna Hijau itu.

Aku masuk ke dalam rumah dan di sambut oleh Hanako yang langsung memeluk pinggangku.

“ Ibu memanggil.. ayo makan bersama—“

Ucapnya dengan senyuman lebar di wajahnya.

Melihat senyumannya, aku mencoba melupakan sesaat tentang segala dugaan yang ada dikepalaku.

“ iya ayo— “

Jawabku yang lalu menggandeng tangannya berjalan ke Ruang makan.

Melangkah masuk ke ruang makan, bibiku tengah melipat Celemek yang ia gunakan saat memasak tadi.
Di meja telah tersedia 3 piring yang telah berisi sebuah potongan besar Tonkatsu bersamanya juga terdapat beberapa potongan Tomat dan lettuce yang di iris tipis. Disampingnya terdapat mangkuk berwarna Coklat yang berisi Sup Miso tahu.

“ ah, yuki ayo cepat duduk.. “

Ucap Bibiku sambil mengambil Nasi dari sebuah Magic Jar kemudian meletakkannya di Meja Makan.
Aku duduk di bangku yang di sediakan, bangku yang mengarah dekat dengan Ruang keluarga yang memang hampir menyatu dengan Ruang makan, sementara Bibi di sisi depanku tepat di samping dapur, dan Hanako tepat di samping kami di tepi luar meja. Kami semua duduk membentuk Sebuah segitiga.

“ selamat makan, “

Ucapku yang kemudian diikuti oleh Bibi dan Hanako.

Setelah gigitan pertama Tonkatsu tersebut bibi menatapku dan tersenyum.

“ bagaimana?. “

“ ini enak.. “

Jawabku dengan senyuman, memang masakan Bibi enak, Tonkatsu yang di buatnya terasa kering di luar, namun saat ku gigit, lemak dari dagingnya yang cair langsung membasahi mulutku. Aku juga baru sadar kalau Bibi memasukan Keju didalam Tonkatsunya. Dan ini baru pertama kali kurasakan, diluar dugaan ternyata enak.

“ baguslah kalau begitu.. “

Ucap bibku seraya tersenyum.

tak ada percakana setelah itu, semua asik menikmati Makanan yang ada di meja. Apalagi Hanako yang terlihat begitu senang, karna meski Ayahnya tengah Bekerja di Luar Kota rumah ini ada penghuni lain yang membuatnya tetap tak bosan.

Tak lama kami semua selesaI makan, kemudian akupun merapikan Piring dan mangkuk ku dan mengangkatnya ke dapur. Saat aku menyalakan Keran Air bibi menghentikanku untuk membantunya, dan menyuruhku untuk ke kamar saja. Karna besok adalah hari pertama ku sekolah, jadi menurutnya pasti ada hal yang perlu disiapkan. Tak bisa membantah, akupun berjalan ke kamarku.

Kamar masih agak berantakan karna insiden tadi siang, beberapa Kerdus juga masih tertutup rapat. Namun aku yang kelelahan memutuskan untuk membiarkannya dan membukanya Esok hari saja. Akupun duduk di tepi kasur dan menatap Jendela dengan Gorden yang masih terbuka.
‘ apakah itu benar benar dia? — ‘

Dengan tanya seperti itu dalam hati aku menatap Jendela yang tertutup Gorden itu.


-- To be continue --

Tidak ada komentar:

Posting Komentar