That City Where you were Wait
Chapter 1. “ The Beginning “
Salju turun perlahan di hari itu, tertiup angin lembut yang berhembus
dari barat. Langkah kecilku meninggalkan jejak sisa telapak tiap kali ku
melangkah. Kedua tanganku mengepal menahan dinginnya udara di hari itu. udara
putih beku, keluar tiap kali ku hembuskan nafasku. Rasanya salju di bulan
januari itu, lebih dingin dari biasanya. Ditambah lagi, hari itu sangat tak
kusukai.
Aku melangkah menuju sebuah rumah yang berada tak jauh dari rumah kakek
ku, tempat ku saat itu tinggal. Ini adalah desa kecil yang berada di wilayah
prefektur Yamagata utara jepang yang berbatasan dengan niigata di barat daya,
fukushima di selatan, miyagi di timur dan akita di utara. Padahal musim dingin
di daerah sini cukup panjang di banding musim lain. Namun, untuk musim dingin
kali ini, entah kenapa semuanya berlalu begitu singkat.
Aku terdiam, tertunduk tak menginginkan ini semua.
“ yuukiii.. “
Panggil seseorang padaku dengan suara tinggi khas anak perempuan.
Aku mengangkat kepalaku dan menatap asal suara di hadapanku. Seorang gadis
yang wajahnya kini samar di ingatanku, namun kuyakin. Mungkin Dia adalah gadis
paling manis yang pernah kutemui hingga hari itu. hari itu, ia akan kembali
pulang ke tokyo. Beberapa hari yang lalu, seorang gadis datang ke desa kecil
ini. dia adalah gadis pertama yang menyapaku yang suka menyendiri ini. di saat
itu, berbeda dengan anak anak seumuranku yang lain. Aku cenderung lebih pendiam
dan tak memiliki banyak teman. Meski pada dasarnya memang ini adalah desa kecil
yang tak banyak anak seumuranku di dekat rumahku.
Gadis itu datang jauh dari kota untuk memberi salam perpisahan terakhir
pada kakeknya yang meninggal beberapa hari yang lalu. Meski hanya sesaat, namun
kami merasa hubungan kami begitu dekat. Rasanya seperti memang kami sudah kenal
lama semenjak kecil. namun, setelah urusan keluarganya selesai. Iapun harus
kembali ke kota.
“ yuki, kau ingat kan janji kita.. “
Ucap gadis itu seraya mendekat ke arahku, kemudian dengan kedua tangan
kecilnya ia menggenggam kedua tanganku. Kehangatan tangannya di hari itu,
takkan pernah bisa kulupakan.
Aku mengangguk memberi tanda bahwa aku mengingat apa janji yang ia
bicarakan. Gadis itupun tersenyum padaku yang lalu melepaskan tangan kanannya
dan merogoh kantung jaket yang ia kenakan.
“ ini, ambillah.. “
Ucapnya sambil membuka telapak tanganku dan meletakkan sesuatu. Aku
masih bisa merasakan sisa kehangatan tangannya di benda itu. itu adalah sebuah
pecahan batu berwarna hijau gelap yang kemudian di untai pada sebuah tali
berwarna coklat, menjadikannya sebuah liontin batu pada kalung tali tersebut.
Ia mengambil kembali kalung itu dan kemudian memakaikannya padaku.
talinya yang agak panjang membuat liontin itu jatuh sampai tepat di dadaku.
Kemudian ia mengambil sesuatu kembali dari kantung jaketnya yang lain. Itu adalah
kalung yang sama dengan yang ia pakaikan padaku. pecahan lain dari batu yang
menjadi liontin ku, kemudian ia tersenyum menatapku.
“ kita memakai kalung yang sama.. ini adalah pengingat akan janji kita..
“
Ucap gadis itu polos dengan nada riang.
Kemudian ia mulai menari tangan kananku dan mengaitkan jari kelingking
kami bersilangan.
“ janji jari kelingking~ yang melupakannya harus makan wasabi~~ “
Ucapnya dengan nada riang sekali lagi.
Ia tak melepaskan tanganku untuk sementara. Hening, rasanya salju di
hari ini lebih dingin dari hari hari ataupun musim musim sebelumnya.
“ - - - - - - , cepat kemari.. kita segera berangkat.. “
Panggil seseorang pada anak gadis itu. entah mengapa aku sama sekali tak
ingat akan nama anak itu.
“ iya-- “
“ . . . . . . . . . . “
Aku terdiam, gadis itupun juga terdiam. Kemudian ia mulai melepaskan
tanganku. Ia mundur selangkah menjauhiku.
“ ini perpisahan.. namun pasti kita akan bertemu kembali.. “
Ucap gadis kecil itu dengan senyuman terukir di wajahnya. Namun suaranya
terdengar berbeda. Entah mengapa aku bisa merasakan riang di suaranya
menghilang.
Sejenak kami berdua terdiam lagi.
“ selamat tinggal,.. yuuki.. “
Ucapnya yang lalu berbalik dan berlari menuju mobil orang tuanya.
Aku hanya bisa menjulurkan tanganku tanpa bisa berkata kata. Mulutku
seolah terkunci, pandangan mataku mulai buram karna air mata yang mulai
menggenang di mataku.
Aku bisa melihat wajah kecilnya menatapku di balik kaca jendela
mobilnya. Perlahan mobilnya mulai bergerak di jalan bersalju di hari itu. aku
masih terdiam tak bergerak, kemudian mobil pun mulai menjauh saat aku mulai
berlari mengejarnya.
“ aku.. AKU PASTI TAKKAN MELUPAKAN JANJI KITAA---!!... “
Teriakku seraya berlari sambil mengngenggam liontin batu itu ke angkasa.
Aku melihat wajah mungil gadis itu tersenyum. Kemudian membuka mulutnya.
- ya aku tahu –
Mungkin itu yang ia katakan.
“ AKU PASTI AKAN KESANA!!—. . . “
“ YUUKI--- Mau tidur sampai kapan.. ini sudah siang!! “
Panggil seseorang dari ruangan bawah. Akupun membuka mataku dan
mendapati cahaya matahari merambat masuk melalui pintu kaca dengan korden yang
setengah terbuka.
“ dingin. . .”
ucapku sambil bangkit dari kasurku namun masih dengan selimut melilit di
tubuhku. Aku merayap perlahan dari kasur ke arah jendela. Aku membuka korden
pintu kaca agar cahaya matahari hangat bisa masuk ke dalam kamarku. Namun,
rupanya sang mata hari cukup malu hari ini. dan malah bersembunyi di balik awan
begitu ku buka korden ini. Sudut sudut pintu kaca beranda terlihat membeku
karna dinginnya udara. Yang benar saja, padahal sudah hampir masuk bulan Mei.
Namun rasanya musim dingin tak juga mau pergi, pantas saja aku memimpikan hal
itu lagi.
Tadi memang sebuah mimpi, namun itu semua didasari oleh ingatan masa
laluku. Ingatan itu berasal dari saat umurku 7 tahun atau sekitar itu. Sudah cukup lama aku tak memimpikan hal itu,
apa karna hari ini begitu dingin, padahal musim semi?. Tak peduli apa
penyebabnya yang jelas aku masih mengingat dan masih memegang janji itu.
Aku membuka pintu kaca ke arah beranda, seketika angin dingin langsung
menerpa wajahku. akupun langsung mengusap wajahku mencoba menghangatkannya.
“ yuuki, kau sudah bangun?. “
Panggil seseorang dari bawah beranda kamarku ku yang terletak di lantai
dua. Wajahnya tak jelas kulihat, namun itu adalah suara ibuku.
“ kalau sudah bangun cepat cuci wajahmu dan bantu ibu!.. “
“ ya ya, aku segera turun.. “
Jawabku yang langsung kembali ke dalam kamar dan menutup kembali pintu
kaca itu, dan kemudian berjalan ke arah meja di samping kasurku. Sebuah meja
kayu kecil yang nampak tua dan usang berwarna coklat. Di atasnya terdapat
sebuah lampu tidur, jam digital sebuah kacamata ber bingkai kotak dengan warna
hitam gelap. Aku segera menggapainya dan segera memakainya. Setelahnya barulah
terlihat jelas, kalau jam telah menunjukkan pukul 06:05 pagi. Akupun lansung
mengarah ke samping kasur yang lain untuk mengambil pakaian yang tergantung
disana. Mengganti piyama yang kini kukenakan dengan pakaian itu.
Tak ingin membuat ibuku menunggu dan memanggilku sekali lagi, akupun
bergegas keluar dari kamar dan menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu.
Derat kayu terkadang terdengar dari beberapa anak tangga yang memang sudah
cukup tua.
Rumah ini adalah rumah kakekku, setidaknya sampai beliau wafad 4 tahun
lalu. Sekarang, rumah ini resmi menjadi milik ibuku karna ia adalah anak satu
satunya dari kakekku. Rumah kayu tua inipun akhirnya di ubah menjadi sebuah
rumah dengan toko kelontong kecil di bagian depannya.
Tak hanya rumah ini, namun hampir sebagian besar desa ini kini telah
berubah semenjak 8 tahun terakhir. Beberapa bangunan baru mulai muncul, jalan
pertokoan juga mulai di buka di desa sebelah yang sedikit lebih padat dibanding
desa ini. meski tak banyak perubahan dan perkembangan berarti. Namun perubahan
seperti ini saja begitu terasa bedanya, pada desa yang waktunya terasa berjalan
begitu lambat.
Aku langsung berjalan ke kamar kecil untuk menggosok gigi dan mencuci
muka. Begitu membuka pintu aku di sambu dengan adikku yang tengah menggosok
giginya di westafel berwarna putih di samping pintu.
“ fewamaf fafi haaf “
Ucapnya tak jelas karna mulutnya masih penuh dengan sikat gigi dan busa
pasta gigi. ‘selamat pagi kak?‘ , bahkan untukku yang telah terbiasa, tetap
saja sulit didengar.
“ pagi—,... lakukanlah salah satu, bicara atau sikat gigi.. “
Jawabku sambil mengambil sikat gigiku yang berada di samping westafel,
Sora pun bergeser sedikit menyediakan ruang untukku mengambil sikat gigiku yang
berada di hadapannya. Namanya adalah Sora, adikku satu satunya, sekaligus anak
ketiga di keluarga ini. selain aku, dan kakak perempuanku yang kini telah
bekerja di kota. Dengan masih berpakaian piyama berwarna biru lengan panjang
dan alas kaki berbentuk beruang, ia berdiri lemah di depan kaca westafel.
Rambut coklatnya yang pendek sebahu nampak kusut karna baru bangun tidur,
matanya juga masih setengah tertutup sehingga aku tak bisa melihat mata
bulatnya yang berwarna coklat kekuningan itu, tingginya 152cm dengan kulit
putih alami.
“ pagi sekali, latihan pagi lagi?. “
Tanyaku sambil menuangkan pasta gigi pada sikat gigiku. Sora tak
menjawab, hanya sedikit anggukkan kecil darinya.
“ hee.. padahal kau sudah kelas 3, apa tak apa apa.. “
Tanyaku penasaran, saat ini dia telah masuk kelas 3 Sekolah menengah
Pertama. Namun ia masih saja sibuk mengenai urusan Klub yang ia ikuti. Ia
adalah anggota Klub marathon, dan diantara anggota lain, ia bisa dibilang Ace. Tak
mengingat ini juga adalah hari sabtu dimana sekolah libur.
“ mafufifafa hahi- “
Mendengar ia berbicara sambil menyikat giginya lagi, aku langsung
melayangkan pukulan pelan ke dahinya.
“ auf—“
Ia pun langsung berkumur dan membersihkan mulutnya.
“ mau bagaimana lagi, anggota kami sedikit.. karna itu di kejuaraan
antar sekolah bulan depan.. paling tidak kami harus masuk tiga besar agar murud
murid baru mau bergabung di klub kami.. “
Jawab adikku dengan suaranya yang memang agak melengking.
Padahal penduduk di daerah sini makin bertambah setiap tahun, namun
rasanya murid sekolah kami makin sedikit saja.
“ haaah... pantas saja pemerintah sekarang bingung akan nasip bangsa
kedepannya... “
Gumamku setelah berkumur membersihkan sisa pasta gigi di mulutku.
“ bicara apa?. “
“ bukan apa apa, cepat kau bersiap.. hari sudah siang.. “
“ iyaaa—“
Jawabnya yang kemudian berlalu meninggalkan kamar mandi. Sementara aku
melanjutkan mencuci muka ku. tak lama akupun langsung menuju meja makan dimana
di meja terdapat orisan roti gandum dan beberapa jenis selai, di depan kursiku
terdapat makarel panggang dan dua buah mangkuk yang terbalik. Meja makan
berbentuk persegi panjang ber ukuran 1x1.7 m itu nampak pas di ruang makan yang
tak terlalu besar itu. ruang makan ini juga langsung terhubung dengan dapur.
Beberapa tahun lalu, ayah sengaja menyingkirkan dinding pemisah dapur dan ruang
makan untuk menciptakan ruangan yang lebih lega. Namun rasanya sama sekali tak
berubah.
Mengambil kedua mangkuk itu, akupun melangkah ke dapur, dimana dia atas
kompor terdapat sebuah kuali stainless yang berisikan Sup miso yang masih
hangat. Dan kemudian aku melangkah ke samping untuk mengambil nasi di sebuah
magic jar.
Berlari dari arah kamar, datang Sora dengan Tas yang cukup besar
dibanding murid lain. Rambutnya nampak hanya dirapikan seadanya, dengan
menggunakan pakaian seragam sekolahnya yang berwarna hitam dan di tutupi jaket
jersey sekolahnya yang berwarna hijau bergaris putih. Ia langsung berlari ke
arah meja makan dan mengambil dua buah roti dan kemudian membuat Sandwitch isi
selai strawberi yang ada di meja. Ia kemudian berlari lagi ke arah kulkas yang
ada di sampingku. Dan mengambil sebuah botol susu kecil yang ada di dalamnya.
“ Aku berangkat.. “
Ucapnya sambil kemudian meletakkan sandwitch strawberi di mulutnya, dan
berlari lagi ke ruang depan.
“ Hoi.. jangan lari sambil makan, dan kau meninggalkan Bekal makan
siangmu.. “
Panggilku dengan nada datar karna telah terbiasa oleh sifatnya yang satu
ini.
mendengar hal itu ia berlari lagi ke dapur dan langsung mengambil
bekalnya yang berada di meja makan. Setelahnya ia kembali menghilang. Melihat
hal itu aku hanya menggelengkan kepalaku. Rasanya anak perempuan di keluarga
ini semuanya seperti itu. tinggal tunggu waktu saja, sampai Sora seperti
kakaknya Akane.
Namaku sendiri adalah Yukisada, Yukisada Yamamichi. Saat ini aku adalah
murid tahun ketiga sekolah menengah atas. Dengan tinggi 172cm dengan rambut
coklat gelap dan mata berwarna Coklat menggunakan kacamata kotak berwarna
hitam. Dan tubuh yang tak atletis, bisa dibilang selama ini aku tidak cukup
populer di banding anak laki laki lain seusiaku yang menekuni klub olah raga
ataupun Band.
Banyak menilai ku pertama kali adalah anak pendiam kutubuku. Bahkan
menilaiku cerdas karna menggunakan kacamata dan sering ke perpustakaan.
Sebenarnya bukan begitu, aku hanya tak terbiasa berinteraksi dengan keramaian.
Entah kenapa dari kecil aku seperti itu, rasanya sulit sekali untuk berubah.
Dan lagi sebenarnya aku ke perpustakaan bukan untuk belajar atau semacamnya.
Melainkan melarikan diri dari keramaian, dan memendamkan diriku dalam novel
ataupun tidur disana. Ini tak membuatku lebih pintar dari anak lain, bahkan
nilaiku hanyalah rata rata dikelas.
Meski begitu, aku memiliki keinginan dan harapan yang besar. Suatu saat
nanti aku pasti akan ke Tokyo dan masuk ke Universitas Tokyo. Hahaha, hal yang
mustahl bukan, berdasarkan deskripsi yang ku sebutkan barusan.
Aku merasa seperti icaros yang mencoba melawan sang matahari menggunakan
sayap Lilin. Namun, rasanya Icaros lebih unggul karna memiliki sayap lilin.
Sedangkan aku, apa yang kumiliki saat ini untuk ke universitas Tokyo. Ini hal
yang mustahil, bahkan dengan bantuan dewa sekalipun.
Meski begitu, sedikit lagi.. sedikit demi sedikit aku mulai mengumpulkan
Bulu untuk terbang kesana. Mulai minggu depan aku akan pindah ke Tokyo tempat
bibi ku, adik dari ayahku. Setelah perjuangan keras selama hampir tiga tahun
(memohon pada ayah dan ibuku). Akhirnya aku di perbolehkan untuk tinggal di
tokyo bersama bibiku.
Karna Pamanku saat ini sedang dinas keluar negeri untuk waktu yang cukup
lama, dan ditambah akhir akhir ini daerahnya semakin berbahaya. Akhirnya Bibi
juga ikut meminta agar aku bisa tinggal disana. Namun ibuku hanya akan
membayarkan uang sekolahku dan memberikan sedikit uang bulanan. Ini memang
diluar perkiraanku, namun aku harus bertahan. Aku akan dipindahkan ke sekolah
campuran di selatan tokyo, dimana muridnya di izinkan untuk bekerja sambilan.
Meski seperti ini, aku sudah cukup pengalaman membantu ibu dtoko.
Rasanya pekerjaan sambilan nanti adalah hal yang cukup mudah untukku.
“Yuki, kalau sudah selesai makan cepat bantu ibu. “
Panggil ibuku dari dalam toko yang terhubung dengan rumah.
“ ya—“
Jawabku yang kemudian langsung berjalan ke arah toko.
“ cepat kemari.. “
Panggil ibuku dari luar toko. Aku segera menuju keluar dan mendapati
tumpukkan kardus pendek namun lebar. Di samping ibuku berdiri sepeda tua yang
biasa digunakan di toko milik ayahku dulu.
“ segera antarkan ini ke pak Satou.. seperti biasa langsung saja bawa
kedalam tokonya.. “
“ ya baik.. “
“ dan lagi, pulangnya sekalian ambil uang dari nyonya Akina dan belanja
di pasar sekalian.. “
“ iyaaa. . . . “
Rasanya banyak sekali pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. apa karna
esok aku sudah akan berangkat ke Tokyo?. Ah, entahlah yang penting segera
selesaikan ini semua.
Aku mulai mengayuh sepedaku melewati jalan pedesaan yang menanjak dan
menurun, menembus jalan perkebunan dan persawahan yang terbentang di lembah
antara gunung gunung yang banyak terdapat di prefektur ini. angin yang
berhembus di daerah ini cukup dingin. Meski sudah mulai masuk musim semi, namun
prefektur ini berada di utara jepang. Jadi suhu udara di tempat ini masih
rendah, ditambah lagi daerah pegunungan yang memang beriklim lebih dingin di
banding daerah pesisir di daratan yang lebih rendah.
Tempat tujuanku kali ini adalah sebuah penginapan Onsen di utara desa.
Sebuah bangunan penginapan tua namun masih berdiri tegap di kaki gunung ini.
dengan bentuk ala bangunan jepang tradisional berwarna putih dan beratapkan
genting berwarna Biru. Bangunan tua itu cukup menonjol di sekitar lebatnya
pepohonan yang ada di sekitarnya.
Di musim semi seperti ini harusnya cukup banyak pelanggan yang datang ke
onsen, namun sepertinya tahun ini agak sepi dibanding tahun tahun sebelumnya.
mungkin karna musim semi yang datang terlambat di tempat ini, atau apalah.
Aku memparkirkan sepeda tuaku di halaman belakang penginapan itu dan
langsung membongkar muatannya. Segera setelah itu aku langsung mengangkat
muatan yang cukup berat dibanding yang terlihat itu.
“ permisi, aku datang mengantarkan barang.. “
Ucapku seraya masuk melalui pintu belakang yang sengaja di biarkan
terbuka.
“ yo yuki, rajin seperti biasa hah?,.. “
Sambut seorang laki laki berkulit agak gelap dengan rambut hitam pendek
yang nampak telah beruban. Dengan celemek tergantung di badannya dan sebuah
pisau dapur dan kentang berada di tangannya. Dia adalah Satou –san, pemilik
penginapan ini sekaligus orang yang memesan barang dari toko kami. Ia telah
menjalankan penginapan ini semenjak ia masih kecil, dan penginapan ini dimiliki
oleh ayahnya. Sekarang ayahnya telah wafad dan penginapan ini dikelolanya
bersama istrinya dan anak perempuannya. Kalau kata ayahku yang seumuran dengan
pak Satou, penginapan ini telah ada selama 50 tahun.
“ ini kuletakkan tempat biasa?. “
Tanyaku sambil berjalan masuk kedalam gudang.
“ iya, letakkan saja disana.. “
Ucapnya sambil kembali ke dapur.
“ kudengar dari Mai kau akan pindah ke tokyo esok hari? “
“ ah, iya.. esok aku akan berangkat ke Shinjo pagi pagi dengan Bus. Lalu
melanjutkan perjalanan ke Tokyo dengan kereta peluru.. ada sesuatu yang kucari
disana.. “
“ hee.. anak muda memang harus begitu.. memiliki impian yang harus di
kejar. HA HA HA—“
Ucapnya campur tawa yang membahana.
“ baiklah aku permisi dahulu.. “
“ yo, berhati hatilah nanti disana.. “
“ ya— “
Jawabku yang lalu keluar memalui pintu belakang tempat pertama kali ku
masuk. Berjalan ke arah tempat ku memparkirkan sepeda, aku bertemu dengan
seorang gadis dengan pakaian kimono berwarna Pink dengan celemek Merah terikat
di pinggang sampai lututnya. Lengan kimononya yang panjang di singsingkan
sampai ke pangkal ketiak. Tangan kecilnya membawa satu keranjang penuh berisi
berbagai jenis sayuran yang nampak begitu segar. Rambut hitamnya di lilitkan
dan di jepit sebuah batang kayu yang di cat berwarna hitam dengan hiasan berwarna
emas.
Mata kuningnya yang besar menatapku terkejut. Bibir merah mudanya yang
nampak bersinar di bawah matahari hari ini pun langsung terbuka.
“ Yuki -kun— “
“ ah, Mai selamat pagi— “
“ ah— iya,.. selamat pagi.. “
Balas gadis itu, kulit wajahnya yang putih nampak merona merah.
“ baiklah sampai nanti.. “
“ ah— tunggu Yuki –kun “
Akupun tak jadi mengayuh sepedaku ketika suara pelannya memanggilku.
“ iya?,.. “
“ itu,.. untuk nanti malam... kita akan jadi berkumpul di kedai
okonomiyaki Yoshi.. “
“ baiklah.. “
“ uum.. Yuki— “
“ ?. . . “
“ Hoi yuuki,.. Dari pada ke tokyo, kenapa tak menjadi anakku saja dan
meneruskan Penginapan ini bersama Mai.. “
Ucap Ayah Mai yang tiba tiba keluar dari pintu belakang. Wajah Mai
berubah merah padam dan langsung berbalik ke arah ayahnya dan mendorong ayahnya
kembali kedalam.
“ kalau begitu.. sampai nanti malam— “
Ucapnya tanpa menatapku dan menyembunyikan wajahnya yang mungkin masih
merah padam. Mendengar hal itu mau tak mau wajah ku juga berubah merah. Melihat
kedua ayah dan anak itu telah masuk kembali ke dalam Penginapan. Aku memutuskan
untuk melanjutkan pekerjaan.
***
Hingga tanpa kusadari, sore telah datang dan sang mata hari telah
beranjak pergi. Tak menunggu waktu lama hingga sang bulan menunjukkan wajahnya
di malam yang tenang ini.
Waktu telah menunjukkan pukul 18:07 sore saat semua pekerjaanku di toko
usai, sementara waktu yang dijanjikan adalah nanti jam 19:00. Aku langsung
menuju kamar mandi dan segera bersiap untuk pegi.
Tempat yang kutuju adalah sebuah kedai Okonomiyaki milik temanku, yang
berada di pusat Desa. Daerah sana sedikit lebih ramai dibanding dengan daerah
tempat rumahku berdiri. Disana juga terdapat beberapa jajaran Toko Toko karna
dekat dengan stasiun kereta listrik. Dengan sepeda tua yang kugunakan tadi
siang, aku melaju di tengah sawah dan kebun. Merasakan dinginnya angin malam,
padahal sudah menggunakan jaket beserta Syal namun rasanya dingin masih terasa
di kulit.
Tak memakan waktu lama untukku sampai disana, jam tangan yang kugunakan
menunjukkan waktu 18:50 saat kutiba. Bangunan Kayu yang nampak belum terlalu
Tua dengan Cat warna kayu natural, dan pintu geser. Kedai ini benar benar
terasa seperti kedai tradisional. Beberapa Pot bunga berjajar di bagian depan
kedai ini. akupun memparkirkan sepedaku di sebelah Kedai itu dan segera masuk.
Pintu kayu itu berderat pelan saat kubuka, lalu suara seseorang
menyambut kedatanganku.
“ selamat datang—, ah ternyata Yuuki, Mai dan yang lain menunggu dimeja
belakang.. “
Dia adalah ibu dari Yoshi temanku, ia adalah pemilik kedai ini yang
dijalankan beserta suami nya.
“ ah iya.. “
Jawabku yang kemudian melangkah ke bilik paling belakang. Kedai ini
memiliki beberapa Bilik yang disertai oleh meja kotak berlapis besi tempat
memasak Okonomiyaki langsung di depan pelanggan. Setiap bilik, bisa ditempati 4
sampai 6 orang. Tiap bilik dipisahkan oleh dindinng anyaman bambu berlapis.
Sehingga cukup kuat untuk bersandar.
Begitu sampai di bilik yang di tuju, aku disambut oleh tiga orang
temanku. Salah satunya adalah Mai, sang gadis pemilik penginapan, berbeda
dengan tadi siang yang rambutnya dililit dan di jepit. Kali ini ia membiarkan
rambut hitamnya terurai dengan sedikit bagian terikat ke samping. Yang lainnya
adalah Yoshi Kitazato, anak berrambut pendek spike dan di cat berwarna silver.
Dengan tatapan mata yang tajam, berwarna hitam ia tersenyum dengan giginya yang
cukup putih.
“ YO.. kau terlambat!.. “
“ apanya yang terlambat.. lihat, baru jam 18:55— “
Balasku, iapun hanya tertawa.
“ wajar kan sang pemeran utama hari ini datang belakang.. ya kan, Mai “
Ucap seorang gadis berrambut hitam pendek yang dipotong bak anak laki
laki. Dengan suaranya yang agak berat dan tatapan matanya yang tajam. Orang
yang tak kenal mungkin mengira memang dia adalah anak laki laki. Memang ukuran
dadanya yang cukup besar menjadi pengecualian. Dia adalah Natsuko yamaoka, salah
satu temanku semenjak kecil.
“ haaah— yang benar saja.. “
Desahku sambil duduk di matras tatami ini. malam ini adalah malam
perpisahan untukku, karna malam ini adalah malam terakhir untukku di desa ini.
jadi Yoshi dan Natsuko merencanakan ini semua. Aku memang tak banyak memiliki
teman, namun mereka bertiga adalah teman yang takkan bisa tergantikan meski
nanti di Tokyo aku menemukan banyak orang baru. Mereka adalah sediki dari orang
yang memahamiku. Selalu menemaniku yang pendiam semenjak kecil.
“ hoi, apa tak apa kau diam disini tak membantu orang tuamu.. “
Singgungku pada Yoshi.
“ tak apa, hari ini aku adalah pelayan spesial untuk kalian. Ha ha ha
ha— “
“ kalau begitu pelayan cepat kau buatkan okonomiyaki spesial—!”
Sahut Natsuko tiba tiba.
“ hee— untuk itu kau dikenakan biaya tambahan!.. “
“ apa!?.. aku kan sudah membayar biaya patungan!!.. “
“ itu tak termasuk porsi spesiaal!!—“
Dan begitulah keseharian Yoshi dan Natsuko, menimpali satu sama lain.
Aku dan Mai hanya bisa tertawa melihat ulah mereka. Semalaman kami tertawa dan
bercanda di kedai kecil milik Yoshi itu.
Mungkin setelah ini aku akan berpisah dengan mereka namun perpisahan ini
bukanlah untuk selamanya. Suatu saat nanti aku pasti akan kembali ke desa ini.
semoga saat itu tiba aku telah menemukan ‘dia’ yang kucari.
Ditemani suara gemericik minyak di atas meja kompor yang tengah memasak
Okonomiyaki. Kami terus tertawa dan membicarakan berbagai hal dari yang normal
sampai yang memalukan sepanjang ingatan kami bersama. Hingga tak terasa malam
makin larut, jam dinding toko telah menunjukkan jam 21:00. Untuk daerah
pedesaan seperti ini, jam segitu sudah sangatlah sepi. Toko juga tak lama lagi
akan tutup. Sehngga kami akhirnya harus berpisah.
Sementara aku membantu Yoshi membereskan berbagaihal, Natsu dan Mai
telah pulang terlebih dahulu. Sebenarnya Yoshi juga sudah menyuruhku pulang,
dan tak perlu membantu. Namun, hari ini adalah malam terakhirku di desa ini.
rasanya aku hanya ingin melakukan hal yang kusuka. Mendengar hal itu, mau tak
mau Yoshi juga akhirnya membiarkanku membantu.
Jam telah menunjukkan pukul 21:20 saat semua pekerjaan usai.
“ yosh, semua sudah selesai.. lebih baik kau pulang, besok kau akan berangkat
pagi pagi sekali kan.. “
Ucap Yoshi sambil mengambil tumpukkan kardus yang kuangkat dari dalam
tokonya.
“ ya,.. kalau begitu aku pamit. “
“ ya, salam untuk kedua orang tuamu.. “
“ ya akan ku sampaikan.. baiklah aku permisi.. “
“ . . . . . . , Hoi Yuki—“
Panggilnya sekali lagi, Akupun berbalik ke arahnya.
“ apa kau benar benar harus kesana?.. tak ada jaminan ia masih
mengingatnya kan?. “
Aku mengerti yang ia ucapkan, dia memang mengetahui tujuanku ke tokyo,
Begitu juga Mai dan Natsuko.
“ kau bahkan tak ingat wajah ataupun namanya kan.. itu sangat nekat
bukan.. “
“ aku tahu, namun.. aku merasa ia masih mengingatnya juga.. aku yakin ia
masih mengingatnya.. “
Balasku, jujur saja kata katanya sangat tepat. Tak ada jaminan ia masih
mengingat janji saat itu. lagipula, saat itu kami masih sangat kecil, kecil
kemungkinan ia masih mengingatnya.
“ setidaknya,. Saat ini hanya itu yang bisa kulakukan.. “
“ . . . . . . . . . ., yah aku hanya bisa berdoa agar kau bisa menemukan
apa yang kau cari saja.. “
“ ya.. “
“ tapi kau juga harus ingat.. di tempat ini.. ada juga yang akan terus
menantimu.. “
Ucapnya, terakhir kali. Setelah itu ia membiarkanku berjalan pulang.
Dengan sepeda yang kukayuh pelan. Udara malam ini makin dingin saja, apa
musim semi benar benar takkan tiba tahun ini. dengan pikiran seperti itu aku
terus mengayuh sepedaku. Hingga aku sampai di sebuah pertigaan jalan dimana
terdapat sebuah halte Bus kecil yang beratapkan seng dan berdinding triplek
dengan lampu yang bersinar cukup terang untuk menerangi halte tersebut.
Didalamnya berdiri seorang gadis dengan pakaian jaket berwarna biru muda
panjang dan rokpendek dengan kaus kaki panjang dan sepatu boots berwarna coklat
berlapis bulu yang nampak nyaman. Gadis itu mengusapkan kedua telapak tangannya
yang terlihat merah kedinginan. Mata kuningnya yang besar menatapku di balik
kepalang tangannya yang kedinginan, Dia adalah Mai.
Aku menepi ke arah halte tersebut, jam segini sudah takkan ada lagi bus
yang lewat. Dan seharusnya ia juga mengetahuinya.
“ sedang apa disini sendirian.. “
Tanyaku seraya mendekat. Aku melepaskan syal yang kupakai dan melilitkannya
dilehernya dengan lembut.
“ kalau kau berdiri disini terus kau akan membeku.. “
“ . . . . . “
“ ayo naik, aku akan mengantarkanmu pulang.. “
Ucapku sambil mendorong sepedaku ke sampingnya. Namun ia hanya terdiam.
“ yuki –kun—“
Suaranya terdengar pelan. Akupun menatap wajahnya yang merah karna udara
dingin.
“ ada apa?.. “
Tanyaku lembut.
“ apakah kau harus kesana.. “
“ . . . . . . . . ”
Hal itu lagi, sebelumnya Yoshi sekarang Mai.
“ yuki,.. ada sesuatu yang selama
ini aku ingin katakan padamu.. “
Ucapnya berubah, tatapan matanya berbinar, bersinar dibanding biasanya.
Wajahnya memerah, rambutnya terlihat begoyang tertiup angin malam ini. ia
bagaikan memancarkan sinar di bawah bulan dan lampu yang bersinar redup ini.
Entah mengapa, wajahku jadi ikut merona mendengarnya mengucapkan hal
itu.
“ yuki.. sebenarnya.. sebenarnya aku—“
“ maaf... “
Ucapku memotong perkataannya. Aku tahu apa yang ia akan katakan, aku tak
ingin melukainya. Aku telah mengenalnya sejak kecil dan karna itu, aku
menganggapnya seperti saudaraku sendiri. Terdengar jahat memang, namun saat ini
hanya itu yang kurasakan tak lebih.
“ maaf,.. aku mengrti perasaanmu..
namun aku tetap akan pergi ke Tokyo.. “
“ . . . . . . “
“ maafkan aku.. “
“ . . . . . ., tidak, maafkan aku.. disaat seperti ini aku malah
menahanmu pergi.. “
Ucapnya yang kemudian menatap mataku.
“ namun, aku takkan menyerah.. kau tahu, aku akan menunggumu disini bila
kau kembali berubah pikiran.. “
Ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Namun aku bisa merasakan kesedihan
bersembunyi dibalik senyuman itu. kemudian ia berbalik.
“ baiklah, sampai jumpa, syalmu akan kukembalikan esok pagi.. “
ucapnya sambil melambaikan tangannya keudara tanpa memandangku.
“ riakan aku mengantar mu.. “
“ tak perlu, rumahku sudah dekat, lagipula kau harus beristirahat untuk
esok pagi.. “
Ucapnya yang kemudian berlari pelan ke arah bukit tempat rumahnya
berada.
Ia mungkin menangis, apa aku gagal sebagai seorang laki laki karna
menolak dan membiarkan gadis sepertinya menangis. Mungkin saja, di Tokyo nanti
aku takkan menemukan ‘dia’. Sebenarnya apa landasan kuat aku menetapkan dan
meyakinkan diri sendiri bahwa ia ada disana. Tak ada jaminan, peluang hampir
0%, sementara disini aku menolak seorang gadis baik baik yang telah kukenal
semenjak lama.
Aku tak berani mengejarnya, aku terlalu takut pada diriku sendiri. Aku
takut berubah pikiran jika melihatnya. Ditambah lagi, aku telah mengenalnya
semenjak kecil. jadi aku tau ia lebih suka diam sendirian disaat seperti ini.
ia tak suka seseorang melihatnya saat ia menangis seperti ini.
Aku makin merasa gagal sebagai laki laki. Dengan perasaan seperti itu,
aku mengayuh pelan sepedaku pulang.
***
Pagi menjelang saat jam alaram ku berbunyi kencang pagi ini. Aku
langsung menggapai kacamata yang ada di meja samping kasur dan mematikan jam
Alaram. Jam menunjukkan pukul 06:32, akupun langsung bangkit dan membuka korden
kamarku. Matahari hari ini cukup bersinar hangat dibanding kemarin. Kicauan
burung hutan di bukit belakang rumah juga terdengar riang.
Kamarku telah kosong sejak kemarin, karna sebagian besar barang barang
yang kubutuhkan, dari baju sampai buku telah dikirim ke rumah bibiku di Tokyo
kemarin. Hanya tersisa sepasang pakaian lengan panjang dan celana jeans beserta
Tas kecil yang berisi sedikit bajuku yang sengaja di tinggal untuk kubawa hari
ini.
Kereta akan berangkat menuju tokyo dari stasiun Shinjo jam 10 nanti.
Jadi paling tidak aku harus berangkat menggunakan Bus jam 8 nanti. Karna butuh
satu jam perjalanan dari desa ini ke kota Shinjo. Tak ada waktu yang bisa di
sia siakan. Akupun langsung mengganti bajuku dan berjalan ke kamar mandi.
Setelah itu aku langsung menuju meja makan dimana semuanya tengah
berkumpul. Hari ini Toko sengaja tutup untuk mengantar kepergianku ke Tokyo.
Ayah, Ibu dan Sora juga akan ikut sampai ke Stasiun Shinjo. Rencananya Mai,
Yoshi dan Natsuko juga akan ikut sampai ke stasiun di Shinjo.
Jam telah menunjukkan jam 07:20 saat aku selesai bersiap siap setelah
makan. Sebelum kepergianku, aku menyempatkan diri berdoa di altar almarhum
kakek ku terlebih dahulu.
Aku melangkah keluar dan mendapati matahari bersinar terik cukup hangat.
Bagaikan udara dingin kemarin itu hanyalah mimpi yang singkat. Namun, bagiku
kejadian kemarin mungkin akan sulit dilupakan. Apakah Mai akan tetap ikut
mengantarku hari ini?. raut seperti apa yang harus ku [erlihatkan padanya hari
ini. Aku benar benar tak tahu. Selagi memikirkan hal itu, akhirnya aku dan
keluarga sampai di sebuah halte. Ini adalah halte yang sama tempat ku bertemu
dengan Mai.
Disana semuanya telah menunggu.
“ Hoii.. Yuki.. “
Sambut Yoshi sambil melambaikan tangannya padaku.
“ pagi sekali kalian.. “
Balasku.
“ kau yang selalu datang siang bodoh.. “
Balas Natsuko. Sementara Mai hanya terdiam sambil tersenyum saja. Namun
di balik senyuman yang terukir di wajahnya aku bisa melihat garis hitam di
bawah matanya. Apakah ia menangis semalaman, kalau benar aku adalah laki laki
yang menyedihkan!.
Tak lama Bis yang akan kami tumpangi datang. Bisa nampak kosong, hanya
berisi satu atau dua penumpang yang duduk di kursi depan. Akhirnya aku duduk
bersebelahan dengan Yoshi di dekat jendela kiri, di bagian belakang, Sementara
yang lain duduk di bangku depan.
“ Mai, apa ada sesuatu yang terjadi semalam.. “
Tanya nya tiba tiba.
“ memang ia tersenyum seperti biasanya, namun kita telah lama berteman.
Kurasa Natsuko juga merasakan sesuatu terjadi padanya. “
Kami memang telah berteman lama, wajar saja ia menyadari sesuatu pada
Mai.
“ semalam, semalam ia menyampaikan perasaannya padaku. “
“ . . . . “
Yoshi nampak tak terkejut akan hal itu.
“ lalu,.. “
“ aku.. “
“ sepertinya aku bisa menebaknya.. apa kau yakin dengan yang kau pilih..
mungkin setelah ini takkan ada jalan kembali lho.. “
Ucap Yoshi memotong ku. aku hanya terdiam tak membalas.
“ haaah— kau ini memang benar benar.. “
Desahnya sambil menatapku dengan wajah mengasihani.
Waktu berlalu cepat, pemandangan desa dan perkebunan cepat terganti oleh
sebuah kota. Tak terasa satu jam telah berlalu semenjak kami menaiki Bis ini.
saat ini kami berada di kota Shinjo. Kami turun di halte dekat gerbang barat
stasiun kota Shinju. Dimana dari sini aku akan menaiki Shinkansen sampai ke
Tokyo.
Bangunan berwarna putih yang cukup besar dengan banyak panel panel
jendela kaca di buat di bangunan tersebut. Semuanya masuk sampai lantai peron
untuk mengantarku. Mai sama sekali tak bersuara, begitu juga dengan Natsuko dan
Yoshi. Semuanya nampak Diam. Tak bisa melakukan apapun, akupun ikut diam.
Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 9:54 sebentar lagi kereta akan berangkat.
Aku segera naik kedalam gerbong kereta. Lalu tiba tiba Mai menarik tanganku
menahanku di pintu kereta.
Aku berbalik dan mendapatinya menatapku dengan mata yang basah.
“ aku tahu ini keputusanmu, dan aku tak bisa menahannya. Namun yakinlah,
kami semua akan menunggumu di kota ini.. “
Ucapnya sambil menatap lurus jauh kedalam mataku. Aku hanya tersenyum.
Hingga tiba tiba peringatan keberangkatan kereta mulai terdengar. Mai
pun melepaskan tangannya dariku. Dan melambaikannya padaku, semua pun ikut
melambaikan tangannya padaku. saat ini aku sedikit merasakan bersalah, untuk
meninggalkan semua kehangatan ini dan memilih jalan yang sama sekali tak
terlihat. Namun, aku merasa cukup yakin. Kalau ku telusuri jalan yang baru ini.
suatu saat aku akan menemukan cahayanya, cahaya yang selama ini terus ku nanti.
Dan seriring dengan itu, kereta pun mulai berjalan saat aku duduk di bangku ku.
sambil menatap jendela dimana orang orang yang kukenal mulai menjauh dan
menghilang bersama Stasiun yang tertinggal jauh dibelakang.
Mulai saat ini.. ini adalah kehidupanku yang baru. Jalan pencarian
panjang akan ingatan masa lalu yang hilang.
-- To be continue --
-- sekedar basa basi --
ee....
jadi di post yang sebelumnya udah bilang mau remake ceritanya. dan,.. inilah salah satu hasilnya.
sebelumnya judulnya A Day to Remember. tapi di ubah buat di sesuain sama tema yang baru.. konsepnya sendiri masih sama kayak sebelumnya. cuma kali ini di ubah dari yang sebelumnya ronin.. jadi murid SMA biasa.
role nya juga di tuker. Akira yang sebelumnya berubah jadi Yukisada. [yuki = salju, sadame=takdir], sebelumnya tomomiya (namanya disini masih dirahasiakan) yang dateng ke tokyo.. sekarang rolenya di tuker, Yuki a.k.a Akira yang dateng ke tokyo.. sementara Kitazato jadi Yoshi Kitazato.. tambahan lain Mai dan natsuko..
ok segitu aja pencerahannya..
untuk next chapter.. sampai di Tokyo.. :3
(entah kenapa tadinya mau di ubah settong jd di UI.. tapi ga jadi.. tetep di Tokyo.. ahahahaha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar