music


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com

Senin, 31 Desember 2012

That City Where you were Wait " Chapter.1"


That City Where you were Wait
Chapter 1. “ The Beginning “


Salju turun perlahan di hari itu, tertiup angin lembut yang berhembus dari barat. Langkah kecilku meninggalkan jejak sisa telapak tiap kali ku melangkah. Kedua tanganku mengepal menahan dinginnya udara di hari itu. udara putih beku, keluar tiap kali ku hembuskan nafasku. Rasanya salju di bulan januari itu, lebih dingin dari biasanya. Ditambah lagi, hari itu sangat tak kusukai.

Aku melangkah menuju sebuah rumah yang berada tak jauh dari rumah kakek ku, tempat ku saat itu tinggal. Ini adalah desa kecil yang berada di wilayah prefektur Yamagata utara jepang yang berbatasan dengan niigata di barat daya, fukushima di selatan, miyagi di timur dan akita di utara. Padahal musim dingin di daerah sini cukup panjang di banding musim lain. Namun, untuk musim dingin kali ini, entah kenapa semuanya berlalu begitu singkat.

Aku terdiam, tertunduk tak menginginkan ini semua.

“ yuukiii.. “

Panggil seseorang padaku dengan suara tinggi khas anak perempuan.


Aku mengangkat kepalaku dan menatap asal suara di hadapanku. Seorang gadis yang wajahnya kini samar di ingatanku, namun kuyakin. Mungkin Dia adalah gadis paling manis yang pernah kutemui hingga hari itu. hari itu, ia akan kembali pulang ke tokyo. Beberapa hari yang lalu, seorang gadis datang ke desa kecil ini. dia adalah gadis pertama yang menyapaku yang suka menyendiri ini. di saat itu, berbeda dengan anak anak seumuranku yang lain. Aku cenderung lebih pendiam dan tak memiliki banyak teman. Meski pada dasarnya memang ini adalah desa kecil yang tak banyak anak seumuranku di dekat rumahku.

Gadis itu datang jauh dari kota untuk memberi salam perpisahan terakhir pada kakeknya yang meninggal beberapa hari yang lalu. Meski hanya sesaat, namun kami merasa hubungan kami begitu dekat. Rasanya seperti memang kami sudah kenal lama semenjak kecil. namun, setelah urusan keluarganya selesai. Iapun harus kembali ke kota.

“ yuki, kau ingat kan janji kita.. “

Ucap gadis itu seraya mendekat ke arahku, kemudian dengan kedua tangan kecilnya ia menggenggam kedua tanganku. Kehangatan tangannya di hari itu, takkan pernah bisa kulupakan.

Aku mengangguk memberi tanda bahwa aku mengingat apa janji yang ia bicarakan. Gadis itupun tersenyum padaku yang lalu melepaskan tangan kanannya dan merogoh kantung jaket yang ia kenakan.

“ ini, ambillah.. “

Ucapnya sambil membuka telapak tanganku dan meletakkan sesuatu. Aku masih bisa merasakan sisa kehangatan tangannya di benda itu. itu adalah sebuah pecahan batu berwarna hijau gelap yang kemudian di untai pada sebuah tali berwarna coklat, menjadikannya sebuah liontin batu pada kalung tali tersebut.

Ia mengambil kembali kalung itu dan kemudian memakaikannya padaku. talinya yang agak panjang membuat liontin itu jatuh sampai tepat di dadaku. Kemudian ia mengambil sesuatu kembali dari kantung jaketnya yang lain. Itu adalah kalung yang sama dengan yang ia pakaikan padaku. pecahan lain dari batu yang menjadi liontin ku, kemudian ia tersenyum menatapku.

“ kita memakai kalung yang sama.. ini adalah pengingat akan janji kita.. “

Ucap gadis itu polos dengan nada riang.

Kemudian ia mulai menari tangan kananku dan mengaitkan jari kelingking kami bersilangan.

“ janji jari kelingking~ yang melupakannya harus makan wasabi~~ “

Ucapnya dengan nada riang sekali lagi.

Ia tak melepaskan tanganku untuk sementara. Hening, rasanya salju di hari ini lebih dingin dari hari hari ataupun musim musim sebelumnya.

“ - - - - - - , cepat kemari.. kita segera berangkat.. “

Panggil seseorang pada anak gadis itu. entah mengapa aku sama sekali tak ingat akan nama anak itu.

“ iya-- “

“ . . . . . . . . . . “

Aku terdiam, gadis itupun juga terdiam. Kemudian ia mulai melepaskan tanganku. Ia mundur selangkah menjauhiku.

“ ini perpisahan.. namun pasti kita akan bertemu kembali.. “

Ucap gadis kecil itu dengan senyuman terukir di wajahnya. Namun suaranya terdengar berbeda. Entah mengapa aku bisa merasakan riang di suaranya menghilang.

Sejenak kami berdua terdiam lagi.

“ selamat tinggal,.. yuuki.. “

Ucapnya yang lalu berbalik dan berlari menuju mobil orang tuanya.

Aku hanya bisa menjulurkan tanganku tanpa bisa berkata kata. Mulutku seolah terkunci, pandangan mataku mulai buram karna air mata yang mulai menggenang di mataku.

Aku bisa melihat wajah kecilnya menatapku di balik kaca jendela mobilnya. Perlahan mobilnya mulai bergerak di jalan bersalju di hari itu. aku masih terdiam tak bergerak, kemudian mobil pun mulai menjauh saat aku mulai berlari mengejarnya.

“ aku.. AKU PASTI TAKKAN MELUPAKAN JANJI KITAA---!!... “

Teriakku seraya berlari sambil mengngenggam liontin batu itu ke angkasa. Aku melihat wajah mungil gadis itu tersenyum. Kemudian membuka mulutnya.

- ya aku tahu –

Mungkin itu yang ia katakan.

“ AKU PASTI AKAN KESANA!!—. . . “

“ YUUKI--- Mau tidur sampai kapan.. ini sudah siang!! “

Panggil seseorang dari ruangan bawah. Akupun membuka mataku dan mendapati cahaya matahari merambat masuk melalui pintu kaca dengan korden yang setengah terbuka.

“ dingin. . .”

ucapku sambil bangkit dari kasurku namun masih dengan selimut melilit di tubuhku. Aku merayap perlahan dari kasur ke arah jendela. Aku membuka korden pintu kaca agar cahaya matahari hangat bisa masuk ke dalam kamarku. Namun, rupanya sang mata hari cukup malu hari ini. dan malah bersembunyi di balik awan begitu ku buka korden ini. Sudut sudut pintu kaca beranda terlihat membeku karna dinginnya udara. Yang benar saja, padahal sudah hampir masuk bulan Mei. Namun rasanya musim dingin tak juga mau pergi, pantas saja aku memimpikan hal itu lagi.

Tadi memang sebuah mimpi, namun itu semua didasari oleh ingatan masa laluku. Ingatan itu berasal dari saat umurku 7 tahun atau sekitar itu.  Sudah cukup lama aku tak memimpikan hal itu, apa karna hari ini begitu dingin, padahal musim semi?. Tak peduli apa penyebabnya yang jelas aku masih mengingat dan masih memegang janji itu.

Aku membuka pintu kaca ke arah beranda, seketika angin dingin langsung menerpa wajahku. akupun langsung mengusap wajahku mencoba menghangatkannya.

“ yuuki, kau sudah bangun?. “

Panggil seseorang dari bawah beranda kamarku ku yang terletak di lantai dua. Wajahnya tak jelas kulihat, namun itu adalah suara ibuku.

“ kalau sudah bangun cepat cuci wajahmu dan bantu ibu!.. “

“ ya ya, aku segera turun.. “

Jawabku yang langsung kembali ke dalam kamar dan menutup kembali pintu kaca itu, dan kemudian berjalan ke arah meja di samping kasurku. Sebuah meja kayu kecil yang nampak tua dan usang berwarna coklat. Di atasnya terdapat sebuah lampu tidur, jam digital sebuah kacamata ber bingkai kotak dengan warna hitam gelap. Aku segera menggapainya dan segera memakainya. Setelahnya barulah terlihat jelas, kalau jam telah menunjukkan pukul 06:05 pagi. Akupun lansung mengarah ke samping kasur yang lain untuk mengambil pakaian yang tergantung disana. Mengganti piyama yang kini kukenakan dengan pakaian itu.

Tak ingin membuat ibuku menunggu dan memanggilku sekali lagi, akupun bergegas keluar dari kamar dan menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu. Derat kayu terkadang terdengar dari beberapa anak tangga yang memang sudah cukup tua.

Rumah ini adalah rumah kakekku, setidaknya sampai beliau wafad 4 tahun lalu. Sekarang, rumah ini resmi menjadi milik ibuku karna ia adalah anak satu satunya dari kakekku. Rumah kayu tua inipun akhirnya di ubah menjadi sebuah rumah dengan toko kelontong kecil di bagian depannya.

Tak hanya rumah ini, namun hampir sebagian besar desa ini kini telah berubah semenjak 8 tahun terakhir. Beberapa bangunan baru mulai muncul, jalan pertokoan juga mulai di buka di desa sebelah yang sedikit lebih padat dibanding desa ini. meski tak banyak perubahan dan perkembangan berarti. Namun perubahan seperti ini saja begitu terasa bedanya, pada desa yang waktunya terasa berjalan begitu lambat.

Aku langsung berjalan ke kamar kecil untuk menggosok gigi dan mencuci muka. Begitu membuka pintu aku di sambu dengan adikku yang tengah menggosok giginya di westafel berwarna putih di samping pintu.

“ fewamaf fafi haaf “

Ucapnya tak jelas karna mulutnya masih penuh dengan sikat gigi dan busa pasta gigi. ‘selamat pagi kak?‘ , bahkan untukku yang telah terbiasa, tetap saja sulit didengar.

“ pagi—,... lakukanlah salah satu, bicara atau sikat gigi.. “

Jawabku sambil mengambil sikat gigiku yang berada di samping westafel, Sora pun bergeser sedikit menyediakan ruang untukku mengambil sikat gigiku yang berada di hadapannya. Namanya adalah Sora, adikku satu satunya, sekaligus anak ketiga di keluarga ini. selain aku, dan kakak perempuanku yang kini telah bekerja di kota. Dengan masih berpakaian piyama berwarna biru lengan panjang dan alas kaki berbentuk beruang, ia berdiri lemah di depan kaca westafel. Rambut coklatnya yang pendek sebahu nampak kusut karna baru bangun tidur, matanya juga masih setengah tertutup sehingga aku tak bisa melihat mata bulatnya yang berwarna coklat kekuningan itu, tingginya 152cm dengan kulit putih alami.

“ pagi sekali, latihan pagi lagi?. “

Tanyaku sambil menuangkan pasta gigi pada sikat gigiku. Sora tak menjawab, hanya sedikit anggukkan kecil darinya.

“ hee.. padahal kau sudah kelas 3, apa tak apa apa.. “

Tanyaku penasaran, saat ini dia telah masuk kelas 3 Sekolah menengah Pertama. Namun ia masih saja sibuk mengenai urusan Klub yang ia ikuti. Ia adalah anggota Klub marathon, dan diantara anggota lain, ia bisa dibilang Ace. Tak mengingat ini juga adalah hari sabtu dimana sekolah libur.

“ mafufifafa hahi- “

Mendengar ia berbicara sambil menyikat giginya lagi, aku langsung melayangkan pukulan pelan ke dahinya.

“ auf—“

Ia pun langsung berkumur dan membersihkan mulutnya.

“ mau bagaimana lagi, anggota kami sedikit.. karna itu di kejuaraan antar sekolah bulan depan.. paling tidak kami harus masuk tiga besar agar murud murid baru mau bergabung di klub kami.. “

Jawab adikku dengan suaranya yang memang agak melengking.
Padahal penduduk di daerah sini makin bertambah setiap tahun, namun rasanya murid sekolah kami makin sedikit saja.

“ haaah... pantas saja pemerintah sekarang bingung akan nasip bangsa kedepannya... “

Gumamku setelah berkumur membersihkan sisa pasta gigi di mulutku.

“ bicara apa?. “

“ bukan apa apa, cepat kau bersiap.. hari sudah siang.. “

“ iyaaa—“

Jawabnya yang kemudian berlalu meninggalkan kamar mandi. Sementara aku melanjutkan mencuci muka ku. tak lama akupun langsung menuju meja makan dimana di meja terdapat orisan roti gandum dan beberapa jenis selai, di depan kursiku terdapat makarel panggang dan dua buah mangkuk yang terbalik. Meja makan berbentuk persegi panjang ber ukuran 1x1.7 m itu nampak pas di ruang makan yang tak terlalu besar itu. ruang makan ini juga langsung terhubung dengan dapur. Beberapa tahun lalu, ayah sengaja menyingkirkan dinding pemisah dapur dan ruang makan untuk menciptakan ruangan yang lebih lega. Namun rasanya sama sekali tak berubah.

Mengambil kedua mangkuk itu, akupun melangkah ke dapur, dimana dia atas kompor terdapat sebuah kuali stainless yang berisikan Sup miso yang masih hangat. Dan kemudian aku melangkah ke samping untuk mengambil nasi di sebuah magic jar.

Berlari dari arah kamar, datang Sora dengan Tas yang cukup besar dibanding murid lain. Rambutnya nampak hanya dirapikan seadanya, dengan menggunakan pakaian seragam sekolahnya yang berwarna hitam dan di tutupi jaket jersey sekolahnya yang berwarna hijau bergaris putih. Ia langsung berlari ke arah meja makan dan mengambil dua buah roti dan kemudian membuat Sandwitch isi selai strawberi yang ada di meja. Ia kemudian berlari lagi ke arah kulkas yang ada di sampingku. Dan mengambil sebuah botol susu kecil yang ada di dalamnya.

“ Aku berangkat.. “

Ucapnya sambil kemudian meletakkan sandwitch strawberi di mulutnya, dan berlari lagi ke ruang depan.

“ Hoi.. jangan lari sambil makan, dan kau meninggalkan Bekal makan siangmu.. “

Panggilku dengan nada datar karna telah terbiasa oleh sifatnya yang satu ini.
mendengar hal itu ia berlari lagi ke dapur dan langsung mengambil bekalnya yang berada di meja makan. Setelahnya ia kembali menghilang. Melihat hal itu aku hanya menggelengkan kepalaku. Rasanya anak perempuan di keluarga ini semuanya seperti itu. tinggal tunggu waktu saja, sampai Sora seperti kakaknya Akane.

Namaku sendiri adalah Yukisada, Yukisada Yamamichi. Saat ini aku adalah murid tahun ketiga sekolah menengah atas. Dengan tinggi 172cm dengan rambut coklat gelap dan mata berwarna Coklat menggunakan kacamata kotak berwarna hitam. Dan tubuh yang tak atletis, bisa dibilang selama ini aku tidak cukup populer di banding anak laki laki lain seusiaku yang menekuni klub olah raga ataupun Band.

Banyak menilai ku pertama kali adalah anak pendiam kutubuku. Bahkan menilaiku cerdas karna menggunakan kacamata dan sering ke perpustakaan. Sebenarnya bukan begitu, aku hanya tak terbiasa berinteraksi dengan keramaian. Entah kenapa dari kecil aku seperti itu, rasanya sulit sekali untuk berubah. Dan lagi sebenarnya aku ke perpustakaan bukan untuk belajar atau semacamnya. Melainkan melarikan diri dari keramaian, dan memendamkan diriku dalam novel ataupun tidur disana. Ini tak membuatku lebih pintar dari anak lain, bahkan nilaiku hanyalah rata rata dikelas.

Meski begitu, aku memiliki keinginan dan harapan yang besar. Suatu saat nanti aku pasti akan ke Tokyo dan masuk ke Universitas Tokyo. Hahaha, hal yang mustahl bukan, berdasarkan deskripsi yang ku sebutkan barusan.

Aku merasa seperti icaros yang mencoba melawan sang matahari menggunakan sayap Lilin. Namun, rasanya Icaros lebih unggul karna memiliki sayap lilin. Sedangkan aku, apa yang kumiliki saat ini untuk ke universitas Tokyo. Ini hal yang mustahil, bahkan dengan bantuan dewa sekalipun.

Meski begitu, sedikit lagi.. sedikit demi sedikit aku mulai mengumpulkan Bulu untuk terbang kesana. Mulai minggu depan aku akan pindah ke Tokyo tempat bibi ku, adik dari ayahku. Setelah perjuangan keras selama hampir tiga tahun (memohon pada ayah dan ibuku). Akhirnya aku di perbolehkan untuk tinggal di tokyo bersama bibiku.

Karna Pamanku saat ini sedang dinas keluar negeri untuk waktu yang cukup lama, dan ditambah akhir akhir ini daerahnya semakin berbahaya. Akhirnya Bibi juga ikut meminta agar aku bisa tinggal disana. Namun ibuku hanya akan membayarkan uang sekolahku dan memberikan sedikit uang bulanan. Ini memang diluar perkiraanku, namun aku harus bertahan. Aku akan dipindahkan ke sekolah campuran di selatan tokyo, dimana muridnya di izinkan untuk bekerja sambilan.

Meski seperti ini, aku sudah cukup pengalaman membantu ibu dtoko. Rasanya pekerjaan sambilan nanti adalah hal yang cukup mudah untukku.

“Yuki, kalau sudah selesai makan cepat bantu ibu. “

Panggil ibuku dari dalam toko yang terhubung dengan rumah.

“ ya—“

Jawabku yang kemudian langsung berjalan ke arah toko.

“ cepat kemari.. “

Panggil ibuku dari luar toko. Aku segera menuju keluar dan mendapati tumpukkan kardus pendek namun lebar. Di samping ibuku berdiri sepeda tua yang biasa digunakan di toko milik ayahku dulu.

“ segera antarkan ini ke pak Satou.. seperti biasa langsung saja bawa kedalam tokonya.. “

“ ya baik.. “

“ dan lagi, pulangnya sekalian ambil uang dari nyonya Akina dan belanja di pasar sekalian.. “

“ iyaaa. . . . “

Rasanya banyak sekali pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. apa karna esok aku sudah akan berangkat ke Tokyo?. Ah, entahlah yang penting segera selesaikan ini semua.

Aku mulai mengayuh sepedaku melewati jalan pedesaan yang menanjak dan menurun, menembus jalan perkebunan dan persawahan yang terbentang di lembah antara gunung gunung yang banyak terdapat di prefektur ini. angin yang berhembus di daerah ini cukup dingin. Meski sudah mulai masuk musim semi, namun prefektur ini berada di utara jepang. Jadi suhu udara di tempat ini masih rendah, ditambah lagi daerah pegunungan yang memang beriklim lebih dingin di banding daerah pesisir di daratan yang lebih rendah.

Tempat tujuanku kali ini adalah sebuah penginapan Onsen di utara desa. Sebuah bangunan penginapan tua namun masih berdiri tegap di kaki gunung ini. dengan bentuk ala bangunan jepang tradisional berwarna putih dan beratapkan genting berwarna Biru. Bangunan tua itu cukup menonjol di sekitar lebatnya pepohonan yang ada di sekitarnya.

Di musim semi seperti ini harusnya cukup banyak pelanggan yang datang ke onsen, namun sepertinya tahun ini agak sepi dibanding tahun tahun sebelumnya. mungkin karna musim semi yang datang terlambat di tempat ini, atau apalah.

Aku memparkirkan sepeda tuaku di halaman belakang penginapan itu dan langsung membongkar muatannya. Segera setelah itu aku langsung mengangkat muatan yang cukup berat dibanding yang terlihat itu.

“ permisi, aku datang mengantarkan barang.. “

Ucapku seraya masuk melalui pintu belakang yang sengaja di biarkan terbuka.

“ yo yuki, rajin seperti biasa hah?,.. “ 

Sambut seorang laki laki berkulit agak gelap dengan rambut hitam pendek yang nampak telah beruban. Dengan celemek tergantung di badannya dan sebuah pisau dapur dan kentang berada di tangannya. Dia adalah Satou –san, pemilik penginapan ini sekaligus orang yang memesan barang dari toko kami. Ia telah menjalankan penginapan ini semenjak ia masih kecil, dan penginapan ini dimiliki oleh ayahnya. Sekarang ayahnya telah wafad dan penginapan ini dikelolanya bersama istrinya dan anak perempuannya. Kalau kata ayahku yang seumuran dengan pak Satou, penginapan ini telah ada selama 50 tahun.

“ ini kuletakkan tempat biasa?. “

Tanyaku sambil berjalan masuk kedalam gudang.

“ iya, letakkan saja disana.. “

Ucapnya sambil kembali ke dapur.

“ kudengar dari Mai kau akan pindah ke tokyo esok hari? “

“ ah, iya.. esok aku akan berangkat ke Shinjo pagi pagi dengan Bus. Lalu melanjutkan perjalanan ke Tokyo dengan kereta peluru.. ada sesuatu yang kucari disana.. “ 

“ hee.. anak muda memang harus begitu.. memiliki impian yang harus di kejar. HA HA HA—“

Ucapnya campur tawa yang membahana.

“ baiklah aku permisi dahulu.. “

“ yo, berhati hatilah nanti disana.. “

“ ya— “

Jawabku yang lalu keluar memalui pintu belakang tempat pertama kali ku masuk. Berjalan ke arah tempat ku memparkirkan sepeda, aku bertemu dengan seorang gadis dengan pakaian kimono berwarna Pink dengan celemek Merah terikat di pinggang sampai lututnya. Lengan kimononya yang panjang di singsingkan sampai ke pangkal ketiak. Tangan kecilnya membawa satu keranjang penuh berisi berbagai jenis sayuran yang nampak begitu segar. Rambut hitamnya di lilitkan dan di jepit sebuah batang kayu yang di cat berwarna hitam dengan hiasan berwarna emas.

Mata kuningnya yang besar menatapku terkejut. Bibir merah mudanya yang nampak bersinar di bawah matahari hari ini pun langsung terbuka.

“ Yuki -kun— “

“ ah, Mai selamat pagi— “

“ ah— iya,.. selamat pagi.. “

Balas gadis itu, kulit wajahnya yang putih nampak merona merah.

“ baiklah sampai nanti.. “

“ ah— tunggu Yuki –kun “

Akupun tak jadi mengayuh sepedaku ketika suara pelannya memanggilku.

“ iya?,.. “

“ itu,.. untuk nanti malam... kita akan jadi berkumpul di kedai okonomiyaki Yoshi.. “

“ baiklah.. “

“ uum.. Yuki— “

“ ?. . . “

“ Hoi yuuki,.. Dari pada ke tokyo, kenapa tak menjadi anakku saja dan meneruskan Penginapan ini bersama Mai.. “

Ucap Ayah Mai yang tiba tiba keluar dari pintu belakang. Wajah Mai berubah merah padam dan langsung berbalik ke arah ayahnya dan mendorong ayahnya kembali kedalam.

“ kalau begitu.. sampai nanti malam— “

Ucapnya tanpa menatapku dan menyembunyikan wajahnya yang mungkin masih merah padam. Mendengar hal itu mau tak mau wajah ku juga berubah merah. Melihat kedua ayah dan anak itu telah masuk kembali ke dalam Penginapan. Aku memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan.

***

Hingga tanpa kusadari, sore telah datang dan sang mata hari telah beranjak pergi. Tak menunggu waktu lama hingga sang bulan menunjukkan wajahnya di malam yang tenang ini.

Waktu telah menunjukkan pukul 18:07 sore saat semua pekerjaanku di toko usai, sementara waktu yang dijanjikan adalah nanti jam 19:00. Aku langsung menuju kamar mandi dan segera bersiap untuk pegi.

Tempat yang kutuju adalah sebuah kedai Okonomiyaki milik temanku, yang berada di pusat Desa. Daerah sana sedikit lebih ramai dibanding dengan daerah tempat rumahku berdiri. Disana juga terdapat beberapa jajaran Toko Toko karna dekat dengan stasiun kereta listrik. Dengan sepeda tua yang kugunakan tadi siang, aku melaju di tengah sawah dan kebun. Merasakan dinginnya angin malam, padahal sudah menggunakan jaket beserta Syal namun rasanya dingin masih terasa di kulit.

Tak memakan waktu lama untukku sampai disana, jam tangan yang kugunakan menunjukkan waktu 18:50 saat kutiba. Bangunan Kayu yang nampak belum terlalu Tua dengan Cat warna kayu natural, dan pintu geser. Kedai ini benar benar terasa seperti kedai tradisional. Beberapa Pot bunga berjajar di bagian depan kedai ini. akupun memparkirkan sepedaku di sebelah Kedai itu dan segera masuk.

Pintu kayu itu berderat pelan saat kubuka, lalu suara seseorang menyambut kedatanganku.

“ selamat datang—, ah ternyata Yuuki, Mai dan yang lain menunggu dimeja belakang.. “

Dia adalah ibu dari Yoshi temanku, ia adalah pemilik kedai ini yang dijalankan beserta suami nya.

“ ah iya.. “

Jawabku yang kemudian melangkah ke bilik paling belakang. Kedai ini memiliki beberapa Bilik yang disertai oleh meja kotak berlapis besi tempat memasak Okonomiyaki langsung di depan pelanggan. Setiap bilik, bisa ditempati 4 sampai 6 orang. Tiap bilik dipisahkan oleh dindinng anyaman bambu berlapis. Sehingga cukup kuat untuk bersandar.

Begitu sampai di bilik yang di tuju, aku disambut oleh tiga orang temanku. Salah satunya adalah Mai, sang gadis pemilik penginapan, berbeda dengan tadi siang yang rambutnya dililit dan di jepit. Kali ini ia membiarkan rambut hitamnya terurai dengan sedikit bagian terikat ke samping. Yang lainnya adalah Yoshi Kitazato, anak berrambut pendek spike dan di cat berwarna silver. Dengan tatapan mata yang tajam, berwarna hitam ia tersenyum dengan giginya yang cukup putih.

“ YO.. kau terlambat!.. “

“ apanya yang terlambat.. lihat, baru jam 18:55— “

Balasku, iapun hanya tertawa.

“ wajar kan sang pemeran utama hari ini datang belakang.. ya kan, Mai “

Ucap seorang gadis berrambut hitam pendek yang dipotong bak anak laki laki. Dengan suaranya yang agak berat dan tatapan matanya yang tajam. Orang yang tak kenal mungkin mengira memang dia adalah anak laki laki. Memang ukuran dadanya yang cukup besar menjadi pengecualian. Dia adalah Natsuko yamaoka, salah satu temanku semenjak kecil.

“ haaah— yang benar saja.. “

Desahku sambil duduk di matras tatami ini. malam ini adalah malam perpisahan untukku, karna malam ini adalah malam terakhir untukku di desa ini. jadi Yoshi dan Natsuko merencanakan ini semua. Aku memang tak banyak memiliki teman, namun mereka bertiga adalah teman yang takkan bisa tergantikan meski nanti di Tokyo aku menemukan banyak orang baru. Mereka adalah sediki dari orang yang memahamiku. Selalu menemaniku yang pendiam semenjak kecil.

“ hoi, apa tak apa kau diam disini tak membantu orang tuamu.. “

Singgungku pada Yoshi.

“ tak apa, hari ini aku adalah pelayan spesial untuk kalian. Ha ha ha ha— “

“ kalau begitu pelayan cepat kau buatkan okonomiyaki spesial—!”

Sahut Natsuko tiba tiba.

“ hee— untuk itu kau dikenakan biaya tambahan!.. “

“ apa!?.. aku kan sudah membayar biaya patungan!!.. “

“ itu tak termasuk porsi spesiaal!!—“

Dan begitulah keseharian Yoshi dan Natsuko, menimpali satu sama lain. Aku dan Mai hanya bisa tertawa melihat ulah mereka. Semalaman kami tertawa dan bercanda di kedai kecil milik Yoshi itu.

Mungkin setelah ini aku akan berpisah dengan mereka namun perpisahan ini bukanlah untuk selamanya. Suatu saat nanti aku pasti akan kembali ke desa ini. semoga saat itu tiba aku telah menemukan ‘dia’ yang kucari.

Ditemani suara gemericik minyak di atas meja kompor yang tengah memasak Okonomiyaki. Kami terus tertawa dan membicarakan berbagai hal dari yang normal sampai yang memalukan sepanjang ingatan kami bersama. Hingga tak terasa malam makin larut, jam dinding toko telah menunjukkan jam 21:00. Untuk daerah pedesaan seperti ini, jam segitu sudah sangatlah sepi. Toko juga tak lama lagi akan tutup. Sehngga kami akhirnya harus berpisah.

Sementara aku membantu Yoshi membereskan berbagaihal, Natsu dan Mai telah pulang terlebih dahulu. Sebenarnya Yoshi juga sudah menyuruhku pulang, dan tak perlu membantu. Namun, hari ini adalah malam terakhirku di desa ini. rasanya aku hanya ingin melakukan hal yang kusuka. Mendengar hal itu, mau tak mau Yoshi juga akhirnya membiarkanku membantu.
Jam telah menunjukkan pukul 21:20 saat semua pekerjaan usai.

“ yosh, semua sudah selesai.. lebih baik kau pulang, besok kau akan berangkat pagi pagi sekali kan.. “

Ucap Yoshi sambil mengambil tumpukkan kardus yang kuangkat dari dalam tokonya.

“ ya,.. kalau begitu aku pamit. “

“ ya, salam untuk kedua orang tuamu.. “

“ ya akan ku sampaikan.. baiklah aku permisi.. “

“ . . . . . . , Hoi Yuki—“

Panggilnya sekali lagi, Akupun berbalik ke arahnya.

“ apa kau benar benar harus kesana?.. tak ada jaminan ia masih mengingatnya kan?. “

Aku mengerti yang ia ucapkan, dia memang mengetahui tujuanku ke tokyo, Begitu juga Mai dan Natsuko.

“ kau bahkan tak ingat wajah ataupun namanya kan.. itu sangat nekat bukan.. “

“ aku tahu, namun.. aku merasa ia masih mengingatnya juga.. aku yakin ia masih mengingatnya.. “

Balasku, jujur saja kata katanya sangat tepat. Tak ada jaminan ia masih mengingat janji saat itu. lagipula, saat itu kami masih sangat kecil, kecil kemungkinan ia masih mengingatnya.

“ setidaknya,. Saat ini hanya itu yang bisa kulakukan.. “

“ . . . . . . . . . ., yah aku hanya bisa berdoa agar kau bisa menemukan apa yang kau cari saja.. “

“ ya.. “

“ tapi kau juga harus ingat.. di tempat ini.. ada juga yang akan terus menantimu.. “

Ucapnya, terakhir kali. Setelah itu ia membiarkanku berjalan pulang.

Dengan sepeda yang kukayuh pelan. Udara malam ini makin dingin saja, apa musim semi benar benar takkan tiba tahun ini. dengan pikiran seperti itu aku terus mengayuh sepedaku. Hingga aku sampai di sebuah pertigaan jalan dimana terdapat sebuah halte Bus kecil yang beratapkan seng dan berdinding triplek dengan lampu yang bersinar cukup terang untuk menerangi halte tersebut.

Didalamnya berdiri seorang gadis dengan pakaian jaket berwarna biru muda panjang dan rokpendek dengan kaus kaki panjang dan sepatu boots berwarna coklat berlapis bulu yang nampak nyaman. Gadis itu mengusapkan kedua telapak tangannya yang terlihat merah kedinginan. Mata kuningnya yang besar menatapku di balik kepalang tangannya yang kedinginan, Dia adalah Mai.

Aku menepi ke arah halte tersebut, jam segini sudah takkan ada lagi bus yang lewat. Dan seharusnya ia juga mengetahuinya.

“ sedang apa disini sendirian.. “

Tanyaku seraya mendekat. Aku melepaskan syal yang kupakai dan melilitkannya dilehernya dengan lembut.

“ kalau kau berdiri disini terus kau akan membeku.. “

“ . . . . . “

“ ayo naik, aku akan mengantarkanmu pulang.. “

Ucapku sambil mendorong sepedaku ke sampingnya. Namun ia hanya terdiam.

“ yuki –kun—“

Suaranya terdengar pelan. Akupun menatap wajahnya yang merah karna udara dingin.

“ ada apa?.. “

Tanyaku lembut.

“ apakah kau harus kesana.. “

“ . . . . . . . . ”

Hal itu lagi, sebelumnya Yoshi sekarang Mai.

“ yuki,..  ada sesuatu yang selama ini aku ingin katakan padamu.. “

Ucapnya berubah, tatapan matanya berbinar, bersinar dibanding biasanya. Wajahnya memerah, rambutnya terlihat begoyang tertiup angin malam ini. ia bagaikan memancarkan sinar di bawah bulan dan lampu yang bersinar redup ini.

Entah mengapa, wajahku jadi ikut merona mendengarnya mengucapkan hal itu.

“ yuki.. sebenarnya.. sebenarnya aku—“

“ maaf... “

Ucapku memotong perkataannya. Aku tahu apa yang ia akan katakan, aku tak ingin melukainya. Aku telah mengenalnya sejak kecil dan karna itu, aku menganggapnya seperti saudaraku sendiri. Terdengar jahat memang, namun saat ini hanya itu yang kurasakan tak lebih.

“ maaf,.. aku mengrti perasaanmu..  namun aku tetap akan pergi ke Tokyo.. “

“ . . . . . . “

“ maafkan aku.. “

“ . . . . . ., tidak, maafkan aku.. disaat seperti ini aku malah menahanmu pergi.. “

Ucapnya yang kemudian menatap mataku.

“ namun, aku takkan menyerah.. kau tahu, aku akan menunggumu disini bila kau kembali berubah pikiran.. “

Ucapnya dengan senyuman di wajahnya. Namun aku bisa merasakan kesedihan bersembunyi dibalik senyuman itu. kemudian ia berbalik.

“ baiklah, sampai jumpa, syalmu akan kukembalikan esok pagi.. “

ucapnya sambil melambaikan tangannya keudara tanpa memandangku.

“ riakan aku mengantar mu.. “

“ tak perlu, rumahku sudah dekat, lagipula kau harus beristirahat untuk esok pagi.. “

Ucapnya yang kemudian berlari pelan ke arah bukit tempat rumahnya berada.

Ia mungkin menangis, apa aku gagal sebagai seorang laki laki karna menolak dan membiarkan gadis sepertinya menangis. Mungkin saja, di Tokyo nanti aku takkan menemukan ‘dia’. Sebenarnya apa landasan kuat aku menetapkan dan meyakinkan diri sendiri bahwa ia ada disana. Tak ada jaminan, peluang hampir 0%, sementara disini aku menolak seorang gadis baik baik yang telah kukenal semenjak lama.

Aku tak berani mengejarnya, aku terlalu takut pada diriku sendiri. Aku takut berubah pikiran jika melihatnya. Ditambah lagi, aku telah mengenalnya semenjak kecil. jadi aku tau ia lebih suka diam sendirian disaat seperti ini. ia tak suka seseorang melihatnya saat ia menangis seperti ini.

Aku makin merasa gagal sebagai laki laki. Dengan perasaan seperti itu, aku mengayuh pelan sepedaku pulang.

***

Pagi menjelang saat jam alaram ku berbunyi kencang pagi ini. Aku langsung menggapai kacamata yang ada di meja samping kasur dan mematikan jam Alaram. Jam menunjukkan pukul 06:32, akupun langsung bangkit dan membuka korden kamarku. Matahari hari ini cukup bersinar hangat dibanding kemarin. Kicauan burung hutan di bukit belakang rumah juga terdengar riang.

Kamarku telah kosong sejak kemarin, karna sebagian besar barang barang yang kubutuhkan, dari baju sampai buku telah dikirim ke rumah bibiku di Tokyo kemarin. Hanya tersisa sepasang pakaian lengan panjang dan celana jeans beserta Tas kecil yang berisi sedikit bajuku yang sengaja di tinggal untuk kubawa hari ini.

Kereta akan berangkat menuju tokyo dari stasiun Shinjo jam 10 nanti. Jadi paling tidak aku harus berangkat menggunakan Bus jam 8 nanti. Karna butuh satu jam perjalanan dari desa ini ke kota Shinjo. Tak ada waktu yang bisa di sia siakan. Akupun langsung mengganti bajuku dan berjalan ke kamar mandi.

Setelah itu aku langsung menuju meja makan dimana semuanya tengah berkumpul. Hari ini Toko sengaja tutup untuk mengantar kepergianku ke Tokyo. Ayah, Ibu dan Sora juga akan ikut sampai ke Stasiun Shinjo. Rencananya Mai, Yoshi dan Natsuko juga akan ikut sampai ke stasiun di Shinjo.

Jam telah menunjukkan jam 07:20 saat aku selesai bersiap siap setelah makan. Sebelum kepergianku, aku menyempatkan diri berdoa di altar almarhum kakek ku terlebih dahulu.

Aku melangkah keluar dan mendapati matahari bersinar terik cukup hangat. Bagaikan udara dingin kemarin itu hanyalah mimpi yang singkat. Namun, bagiku kejadian kemarin mungkin akan sulit dilupakan. Apakah Mai akan tetap ikut mengantarku hari ini?. raut seperti apa yang harus ku [erlihatkan padanya hari ini. Aku benar benar tak tahu. Selagi memikirkan hal itu, akhirnya aku dan keluarga sampai di sebuah halte. Ini adalah halte yang sama tempat ku bertemu dengan Mai.

Disana semuanya telah menunggu.

“ Hoii.. Yuki.. “

Sambut Yoshi sambil melambaikan tangannya padaku.

“ pagi sekali kalian.. “

Balasku.

“ kau yang selalu datang siang bodoh.. “

Balas Natsuko. Sementara Mai hanya terdiam sambil tersenyum saja. Namun di balik senyuman yang terukir di wajahnya aku bisa melihat garis hitam di bawah matanya. Apakah ia menangis semalaman, kalau benar aku adalah laki laki yang menyedihkan!.

Tak lama Bis yang akan kami tumpangi datang. Bisa nampak kosong, hanya berisi satu atau dua penumpang yang duduk di kursi depan. Akhirnya aku duduk bersebelahan dengan Yoshi di dekat jendela kiri, di bagian belakang, Sementara yang lain duduk di bangku depan.

“ Mai, apa ada sesuatu yang terjadi semalam.. “

Tanya nya tiba tiba.

“ memang ia tersenyum seperti biasanya, namun kita telah lama berteman. Kurasa Natsuko juga merasakan sesuatu terjadi padanya. “

Kami memang telah berteman lama, wajar saja ia menyadari sesuatu pada Mai.

“ semalam, semalam ia menyampaikan perasaannya padaku. “

“ . . . . “

Yoshi nampak tak terkejut akan hal itu.

“ lalu,.. “

“ aku.. “

“ sepertinya aku bisa menebaknya.. apa kau yakin dengan yang kau pilih.. mungkin setelah ini takkan ada jalan kembali lho.. “

Ucap Yoshi memotong ku. aku hanya terdiam tak membalas.

“ haaah— kau ini memang benar benar.. “

Desahnya sambil menatapku dengan wajah mengasihani.

Waktu berlalu cepat, pemandangan desa dan perkebunan cepat terganti oleh sebuah kota. Tak terasa satu jam telah berlalu semenjak kami menaiki Bis ini. saat ini kami berada di kota Shinjo. Kami turun di halte dekat gerbang barat stasiun kota Shinju. Dimana dari sini aku akan menaiki Shinkansen sampai ke Tokyo.

Bangunan berwarna putih yang cukup besar dengan banyak panel panel jendela kaca di buat di bangunan tersebut. Semuanya masuk sampai lantai peron untuk mengantarku. Mai sama sekali tak bersuara, begitu juga dengan Natsuko dan Yoshi. Semuanya nampak Diam. Tak bisa melakukan apapun, akupun ikut diam. Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul 9:54 sebentar lagi kereta akan berangkat. Aku segera naik kedalam gerbong kereta. Lalu tiba tiba Mai menarik tanganku menahanku di pintu kereta.

Aku berbalik dan mendapatinya menatapku dengan mata yang basah.

“ aku tahu ini keputusanmu, dan aku tak bisa menahannya. Namun yakinlah, kami semua akan menunggumu di kota ini.. “

Ucapnya sambil menatap lurus jauh kedalam mataku. Aku hanya tersenyum.

Hingga tiba tiba peringatan keberangkatan kereta mulai terdengar. Mai pun melepaskan tangannya dariku. Dan melambaikannya padaku, semua pun ikut melambaikan tangannya padaku. saat ini aku sedikit merasakan bersalah, untuk meninggalkan semua kehangatan ini dan memilih jalan yang sama sekali tak terlihat. Namun, aku merasa cukup yakin. Kalau ku telusuri jalan yang baru ini. suatu saat aku akan menemukan cahayanya, cahaya yang selama ini terus ku nanti. Dan seriring dengan itu, kereta pun mulai berjalan saat aku duduk di bangku ku. sambil menatap jendela dimana orang orang yang kukenal mulai menjauh dan menghilang bersama Stasiun yang tertinggal jauh dibelakang.

Mulai saat ini.. ini adalah kehidupanku yang baru. Jalan pencarian panjang akan ingatan masa lalu yang hilang.


-- To be continue --



-- sekedar basa basi --

ee.... 

jadi di post yang sebelumnya udah bilang mau remake ceritanya. dan,.. inilah salah satu hasilnya.

sebelumnya judulnya A Day to Remember. tapi di ubah buat di sesuain sama tema yang baru.. konsepnya sendiri masih sama kayak sebelumnya. cuma kali ini di ubah dari yang sebelumnya ronin.. jadi murid SMA biasa.

role nya juga di tuker. Akira yang sebelumnya berubah jadi Yukisada. [yuki = salju, sadame=takdir], sebelumnya tomomiya (namanya disini masih dirahasiakan) yang dateng ke tokyo.. sekarang rolenya di tuker, Yuki a.k.a Akira yang dateng ke tokyo.. sementara Kitazato jadi Yoshi Kitazato.. tambahan lain Mai dan natsuko..

ok segitu aja pencerahannya..

untuk next chapter.. sampai di Tokyo.. :3

(entah kenapa tadinya mau di ubah settong jd di UI.. tapi ga jadi.. tetep di Tokyo.. ahahahaha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar